BAHAN AJAR
FISIOLOGI OLAH RAGA
PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNNES 2010
KATA PENGANTAR
Fisiologi Olahraga adalah bagian atau cabang dari
fisiologi yg khusus mempelajari perubahan fungsi yang disebabkan oleh aktivitas
olahraga /latihan fisik .
Fisiologi olahraga mempelajari perubahan-perubahan fungsi
organ-organ baik yg bersifat sementara (akut) maupun yg bersifat menetap karena
melakukan olahraga baik untuk tujuan kesehatan maupun utk tujuan prestasi
Fisiologi Olahraga merinci dan menerangkan perubahan
fungsi yang disebabkan oleh latihan tunggal (acute exercise) atau
latihan yg dilakukan secara berulang-ulang (chronic exercise) dengan
tujuan untuk meningkatkan respon fisiologis terhadap intensitas , durasi,
frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan setatus fisiologis individu.
Beberapa materi
yang akan dibahas meliputi: Dasar – dasar Adaptasi Biologis terhadap Olahraga,
Faal Otot Rangka ,Konsep Dasar kontraksi Otot dalam Olahraga (Isitonik,
isometric,Eksentrik, Isokinetik, Plyometrik),Sumber Energi Kontraksi
Otot,Fisiologi Latihan Otot,Efek Latihan pada Anatomis dan Fisiologis Otot,Konsep Dasar
Fisiologi Pernapasan,Daya Aerobik Maksimum ,Penggunaan Oksigen dalam
Olahraga,Kardiovaskuler dan Volume Jantung dalam Latihan,Struktur Prestasi
Olahraga,Keadaan Kebutuhan Fisik,Prinsip dasar Program Latihan, dan Metode
Latihan,
Mata kuliah ini
terdiri atas 14 bab yang meliputi:
Bab I : Dasar
– dasar Adaptasi Biologis terhadap Olahraga
Bab II : Faal Otot Rangka
Bab III : Konsep Dasar kontraksi Otot
dalam Olahraga (Isitonik, isometric,
Eksentrik, Isokinetik, Plyometrik)
Bab IV :
Sumber Energi Kontraksi Otot
Bab V :
Fisiologi Latihan Otot
Bab VI :
Efek Latihan pada Anatomis dan Fisiologis Otot
Bab VII :
Konsep Dasar Fisiologi Pernapasan
Bab VIII :
Daya Aerobik Maksimum
Bab IX :
Penggunaan Oksigen dalam Olahraga
Bab X :
Kardiovaskuler dan Volume Jantung dalam Latihan
Bab XI :
Struktur Prestasi Olahraga
Bab XII :
Keadaan Kebutuhan Fisik
Bab XIII :
Prinsip dasar Program Latihan
Bab XIV :
Metode Latihan
BAB I
DASAR – DASAR ADAPTASI BIOLOGIS TERHADAP OLAHRAGA
Dalam
bab ini yang akan dipelajari adalah dasar-dasar adaptasi tubuh manusia pada
olahraga yang bertujuan untuk:
- Memahami perbedaan pengertian
fisiologi dan fisiologi olahraga
- Memahami fungsi dan mekanisme kerja
tubuh manusia
- Menjelaskan
respon dan adaptasi tubuh terhadap perubahan-perubahan internal maupun
ekternal tubuh.
- Menjelaskan
pengertian homeostasis
Fisiologi
Ilmu yg mempelajari fungsi dan cara kerja organ-organ
tubuh serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengaruh dari dalam maupun
dari luar tubuh.
Fisiologi
Olahraga
Adalah bagian atau cabang dari fisiologi yg khusus
mempelajari perubahan fungsi yang disebabkan oleh latihan fisik:
- Bagaimana perubahan fungsi itu dpt terjadi apabila
seseorang melakukan latihan tunggal (acute exercise) dan
- Perubahan apa yg dpt terjadi pada fungsi tubuh
setelah melakukan latihan berulang-ulang (chronic exercise) dan
bagaimana perubahan fungsi tubuh itu berlangsung.
- Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan respon
dan adaptasi tubuh thd latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam
waktu tertentu.
Faal olahraga mempelajari perubahan-perubahan fungsi
organ-organ baik yg bersifat sementara (akut) maupun yg bersifat menetap karena
melakukan olahraga baik untuk tujuan kesehatan maupun utk tujuan prestasi.
Fisiologi Olahraga merinci dan menerangkan perubahan
fungsi yg disebabkan oleh latihan tunggal (acute exercise) atau latihan
yg dilakukan secara berulang-ulang (chronic exercise) dengan tujuan
untuk meningkatkan respon fisiologis terhadap intensitas, durasi, frekuensi
latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu. Fungsi dan
mekanisme kerja organ-organ tubuh akan selalu bereaksi dalam rangka penyesuaian
diri demi terciptanya “HOMEOSTASIS” (kecenderungan organisme hidup untuk
mempertahankan lingkungan dalam “Millieau Interieur” yang stabil bagi selnya.
Berolahraga adalah melakukan suatu kegiatan tubuh yang
melibatkan organ-organ tubuh (Jantung, paru, otot, syaraf, pembuluh darah,
otot, kelenjar dst). Aktivitas olahraga akan menimbulkan reaksi dari
organ-organ tubuh berupa usaha-usaha penyesuaian diri. Derajat kesehatan sel
menentukan kualitas fungsional atau vitalitasnya, yg dengan sendirinya akan
menentukan derajat kesehatan, kualitas hidup dan vitalitas kehidupan undividu
yg bersangkutan.
Dari sudut pandang ilmu faal pelatihan atau aktifitas
olahraga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional sel, yang dengan
sendirinya berarti juga meningkatkan kemampuan fungsional individu (manusia) yg
bersangkutan. Pelatihan/aktivitas olahraga harus bersifat fisiologis yaitu:
dari sudut pandang sel tidak menyebabkan gangguan Homeostasis yg
melebihi batas-batas fisiologis. Perubahan kondisi Homeostasis harus
sudah pulih dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
Pengetahuan dasar tentang apa yang terjadi selama latihan
fisik dan bagaimana perubahan itu terjadi sangat penting untuk dimiliki oleh
pelatih, pembina, guru olahraga, atlet dan mahasiswa olahraga.
Proses Penyesuaian diri akan
tergantung pada:
- Stressor
- nya: Jenis olahraga,
Intensitas, waktu, frekuensi yang dilakukan, dll
- Organic – nya: adalah faktor-faktor
yang dimiliki individu bersangkutan, untuk dapat melakukan penyesuaian
fungsional secara maksimal (Umur, seks, kesegaran jasmani, kesehatan dst)
- Keadaan
lingkungan : panas, dingin, lembab, ketinggian dst.
Reaksi penyesuaian diri dapat berupa:
- Jawaban
sewaktu (Respon)
- Adaptasi
organ-organ tubuh
Jawaban
sewaktu (respon);
Perubahan fungsi yang sifatnya
sementara dan berlangsung tiba-tiba sebagai akibat dari aktivitas tubuh.
Perubahan akan hilang setelah aktivitas tubuh dihentikan. (denyut jantung,
frekuensi pernafasan, suhu tubuh, dsb)
Adaptasi
organ-organ tubuh:
Perubahan
struktur dan fungsi yang sifatnya lebih menetap dari organ-organ tubuh, sebagai
akibat latihan yang diberikan secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang
lama (denyut nadi Istirahat, ukuran otot dst)
Pola Umum
Jawaban dan Adaptasi
Organisme
hidup selalu berusaha mempertahankan “ Homeostasis” atau lingkungan dalam yg
stabil bagi sel-sel. Tubuh akan mengatur suhu tubuh, keasaman, oksigen ,
glukosa, natrium, kalium, hormon, enzim dll. Cara pengaturan dalam
mempertahankan “ Homeostasis” adalah dengan pengaturan umpan balik negative
(negative feedback) , yaitu bahwa setiap gangguan homeostasis akan menghasilkan
perubahan fungsi yang menyebabkan pulihnya kembali lingkungan dalam sel-sel
dalam keadaan normal.
Pengaturan
umpan balik negatif sebenarnya adalah melawan keadaan yang disebabkan oleh
stress, untuk dikembalikan ke keadaan normal, sehingga sel-sel dapat bekerja
sebagaimana mestinya.
Hasil-hasil
adaptasi organ tubuh terhadap aktivitas olahraga:
- Hasil adaptasi Sistem syaraf-otot (neuromuscular)
Latihan jangka panjang akan meningktkan “Maximal
Muscular Power” yang meliputi kenaikan kekuatan dan kecepatan
kontraksi otot:
- Peningkatan Kekuatan kontraksi otot karena:
- Penambahan
luas penampang otot
- Kenaikan cucuran/curahan saraf kepada otot
b. Peningkatan
kecepatan kontraksi otot karena:
1) peningkatan
recruitmen motor unit
2) peningkatan
pengeluaran impuls, kecepatan hantaran impuls, kecepatan perpindahan impuls
pada sinapsis.
- Periode laten yang lebih pendek
- Kontrol
yang lebih baik dari motor unit.
- Hasil adaptasi jantung dan peredaran darah (cardio
vasculair)
- Peningkatan
isi sekuncup jantung (cardiac output), karena:
- Kenaikan
volume sekuncup
- Bradicardi ( frekuensi denyut jantung lebih
rendah)
- Pemulihan denyut jantung permenit dan tekanan darah
sesudah kerja maksimal lebih cepat tercapai.
- Perubahan
struktur jantung
- Hasil
adaptasi sistem respirasi
- Frekuensi
pernafasan(ventilasi paru) lebih rendah dan daya difusi lebih tinggi
(efisiensi pernafasan)
- Kenaikan
volume paru dan kapasitas vital paru.
- Hasil
adaptasi proses metabolisme
- Latihan
jangka panjang dapat meningkatkan maksimal oxygen uptake (VO2 Max)
- VO2
max yang lebih besar akan meningkatkan proses aerobic dan meminimalisir
proses metabolisme anaerobik pada kegiatan fisik yang dilakukan, sehingga
produksi asam laktat tidak tinggi dan munculnya kelelahan dapat dihambat.
- VO2
max yang lebih besar sebagai hasil latihan jangka panjang adalah
berbanding lurus dengan peningkatan kerja transport O2 dan sistem
pengunaan O2
- Hasil
adaptasi sel-sel jaringan
- Peningkatan
sistem penggunaan oxygen pada sel-sel akibat latihan jangka panjang
berhubungan erat dengan perubahan struktural dan perubahan biokimia pada
sel-sel, a.l:
- Mitokondria
meningkat 60%
- Glycogen
otot meningkat 2 – 5 kali
- Potensi oksidatif otot-otot meningkat sekitar 100%
- VO2
mak menunjukan kenaikan 13%
- Peningkatan pembakaran asam lemak dan mobilisasi
jaringan adiposa terjadi pada olahragawan yang terlatih. Ini berarti
penghematan dan penundaan pemecahan glycogen, sehingga keadaan
hipoglikemia yang mencetuskan kelelahan juga dapat ditunda.
- Hasil
adaptasi morfologis
- kegiatan
jasmani yang teratur dapat dipergunakan untuk mencegah kelebihan lemak,
yang selanjutnya akan membentu kesehatan jantung dan peredaran darah.
- Latihan
jangka panjang mempunyai kecenderungan mengurangi kegemukan (sifat
endomorphy), sedangan orang yang tidak latihan (inactive) cenderung
meningkatkan keadaan endomorphy.
- perubahan
lain
latihan
jangka panjang dapat mencegah proses arteriosclerosis (penyempitan/penyumbatan
bembuluh darah dan pengapuran pembuluh darah.
Latihan
jasmani dapat:
- meningkatkan:
- efisiensi
otot-otot jantung
- efisiensi
pengaliran darah ke perifer, dan pengaliran darah balik ke jantung
- Kapasitas
pengangkutan elektron
- Isi
oxigen pada arteri
- Masa
sel darah merah dan volume darah
- Fungsi
kelenjar thyroid
- Produksi
hormon pertumbuhan
- Toleransi
terhadap stress
- Kebiasaan
hidup hati-hati.
- Menurunkan:
- Kadar
tryglyceride dan kadar cholesterol
- Toleransi
terhadap glukosa
- Kegemukan
- Tekanan
darah arteri
- Frekuensi
jantung
- Mudah
terkena gangguan irama jantung
- Reaksi
berlebihan dari neurihormonal
- Tekanan yang berhubungan dengan stress kejiwaan.
Soal: Jawablah pertanyaan berikut ini
- Jelaskan
perbedaaan fisiologi dan fisiologi olahraga!
- Jelaskan
respon dan adaptasi tubuh terhadap perubahan-perubahan internal maupun
ekternal tubuh.
- Menjelaskan
pengertian homeostasis!
BAB II
FAAL OTOT RANGKA
Setelah
mempelajari materi faal otot rangka diharapkan mahasiswa dapat:
- Menjelaskan
struktur otot rangka
- Menjelaskan
fungsi otot rangka
- Menjelaskan
mekanisme kontraksi otot rangka
- Menjelaskan
perbedaan tipe serabut otot cepat dan otot lambat
Otot rangka yang menyusun tubuh manusia kurang lebih 200
buah. Mereka tersebar dari kepala sampai ujung kaki dengan ukuran yang
bervariasi. Berat total otot rangka sekitar 40% dari berat badan, sedang 60%
lainnya berupa otot jantung, otot polos dan tulang. Dengan adanya otot rangka
inilah manusia dapat bergerak termasuk melakukan kegiatan olahraga.
Di dalam tubuh terdapat tiga jenis jaringan kontraktil
yang berlainan yaitu otot rangka, otot jantung dan otot polos. Mereka semua
sangat mirip satu dengan lainnya dan memiliki beberapa sifat tertentu yaitu:
- Mereka
dipengaruhi oleh jenis stimuli (rangsangan) yang sama
- Mereka
menimbulkan potensial aksi segera setelah distimulus
- Mereka
memiliki kemampuan untuk berkontraksi
- Kekuatan
kontraksi ini (dalam batas-batas fisiologis) tergantung dari panjang
semula.
- Mereka
mempunyai kemampuan untuk mempertahankan tonus otot.
- Mereka
akan atrofi (mengecil) apabila kurang aktif, karena suplai darah menjadi
tidak adekwat.
- Mereka
akan hipertrofi (membesar/menebal) sebagai akibat dari pekerjaan yang
ditingkatkan.
Otot rangka
mempunyai sifat-sifat :
- Ekstensibility,
yakni suatu sifat dimana otot dapat memanjang dan dapat memendek.
- Elasticity,
yakni suatu sifat dimana otot dapat kembali dalam panjang semula baik
setelah memanjang atau diregang dan setelah mengalami pemendekan.
- Contractibility,
yakni suatu sifat dimana otot memiliki kemampuan untuk memendek melawan
tahanan dan menghasilkan tegangan.
Struktur Otot
Rangka
Otot rangka tersusun oleh ratusan fasciculus. Fasciculus
adalah satu unit serabut otot atau sub bagian otot yang terdiri atas ratusan
sampai ribuan sel otot. Masing-masing bagian otot dibungkus oleh jaringan ikat
atau fascia. Jaringan ikat yang membungkus otot bagian luar dikenal
sebagai epimesium. Jaringan ikat yang membungkus setiap fasciculus
disebut perimesium dan yang membungkus setiap sel otot dikenal dengan endomesium.
Di jaringan-jaringan ikat inilah otot mendapatkan layanan kebutuhan baik bahan
makanan maupun informasi, melalui pembuluh-pembuluh darah dan saraf.
Disebut otot rangka, karena ia melekat pada rangka,
sekaligus alat untuk menggerakkan rangka. Otot rangka juga disebut otot
seran lintang, sebab bila disoroti terlihat garis-garis melintang.
Garis-garis melintang yang terlihat otot ini terjadi karena didalam sel otot
ada benang-benang tebal yang tampak gelap dan benang-benang tipis yang tapak
terang bila kena sorotan cahaya.
Gambar Sel Otot
Telah dibicarakan di depan bahwa sel otot terbungkus oleh
jaringan ikat endomesium. Bila jaringan ikat ini kita lepas maka terlihatlah
dinding sel otot yang dikenal sebagai sarcolemma. Sarcolemma memiliki
sifat membrane pada umumnya yang mampu menghantarkan aksi potensial seperti
membrane syaraf. Sel otot berbentuk organ panjang silindris atau seperti batang
tebu yang beruas-ruas. Setiap ruas dikenal sebagai satu sarcomere.
Diameternya rata-rata 2 mikron, sedang panjang setiap sarcomere 2,2 mikron.
Panjang sel otot bervariasi dari ada yang hanya beberapa millimeter tetapi ada
yang mencapa 30 sentimeter. Dengan demikian dapat kita hitung bahwa setiap sel
otot bias terdiri atas sarcomere.
Jika sel otot dibuka dindingnya maka isi di dalamnya
terdapat:
- Cairan sel (Sarcoplasma)
- Inti sel (Nucleus)
- Mitokondria
- Unsur kimia, seperti : Ca++.
Na+, mg, O2, PC, Glukosa, dsb.
- Miofilamen
tebal “myosin” dan tipis “aktin”.
Setiap komponen sel di atas memiliki peran yang sangat
penting untuk kehidupan sel. Untuk keperluan ini, untuk sementara kita akan
memfokuskan pembicaraan pada peran filament myosin dan aktin. Aktin dan Miosin
adalah elemen kontrkatil ratinya komonen-komponen yang berperan sebagai sarana
kontraksi. Akibat adanya kedua filament ini maka otot dapat melihat secara
teliti kedua filament ini, maka otot dapat berkontraksi dan tubuh kita dapat
bergerak. Untuk dapat melihat secara teliti kedua filamen ini, maka di bawah
ini ditunjukkan belahan sarcomere.
Gambar
Sarcomere
Setiap sarcomere tersusun kira-kira 3000 aktin dan
1500 miosin. Miosin tersusun di tengah-tengah sarcomere sedangkan aktin
terletak di kedua ujung sarcomere. PAda potongan memanjang terlihat bagian yang
terang tersusun atas filament aktin yang tembus cahaya, bagian terang disebut isotropic
band. Ujung-ujung filament aktin dan myosin saling berselipan.
Tahapan terjadinya kontraksi otot, Menurut teori
sliding filamen adalah sebagai berikut :
- Istirahat
Aktin dan miosin tidak berhubungan, ini terjadi sebelum
rangsangan dating.
- Rangsangan
Kalsium dilepaskan dari cysterne ke dalam sarcoplasma.
Efek dari ini, konsentrasi Ca++ meningkat dan mengakibatkan
perubahan terhadap aktin, terbukanya titik lekat kepala myosin pada aktin. Aktin dan myosin berpasangan Ã
Actomiosin.
- Kontraksi
Proses
pemecahan ATP di kepala Miosin menghasilkan energy.
ATP
à ADP + Pi + Energi
Kepala
miosin berputar – Cros bridge roboh yang mengakibatkan aktin ditarik. Aktin
bergeser ke arah myosin menuju pusat sarcomere, yang mengakibatkan setiap
sarcomere memendek, secara keseluruhan otot memendek, tegangan otot meningkat.
- Relaksasi
Rangsangan
hilang, Ca++ dipompa ke dalam cysterne. Konsentrasi Ca++
di sarcoplasma menurun, sisi lekat aktin tertutup kembali, otot kembali pada
keadaan istirahat.
Konsep Dasar
Kontraksi Otot Rangka
Otot berkontraksi bila mendapat stimulus. Stimulus dibawa
oleh serabut syaraf eferen dari SSP. Sampai pada ujung saraf motorik yang
melekat pada sel otot yakni neuromuscle junction ( seperti diketahui
setiap sel otot dilengkapi dengan serabut saraf). Selanjutnya rangsangan
tersebut masuk ke dalam sel otot melalui tubulus-tubulus. Tubulus adalah
organ yang berupa pipa yang menghubungkan antara bagian luar sel dan bagian
dalam sel. Dengan mekanisme tertentu, rangsangan tersebut menyebabkan kadar
kalsium di cairan sarcoplasma meningkat tajam. Peningkatan kalsium ini
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan di benang aktin yang pada akhirnya
sisi lekat aktin terbuka. Terbukanya sisi lekat aktin mengakibatkan kepala
myosin menempel selanjutnya terjadilah crossbridge actomiosin.
Selanjutnya penguraian ATP di kepala myosin mengakibatkan kepala-kepala myosin
mengadakan power stroke, akhirnya akan terjadi penarikan aktin ke arah pusat
sarcomere oleh myosin, sehingga sarcomere mengalami pemendekan.
Gambar Tahapan Kontraksi Otot
Tipe/Jenis
Serabut Otot
Herbert A. De
Vries (1986) mengatakan bahwa pengklasifikasian jenis serabut otot
setidak-tidaknya berdasarkan melelui 4 (empat) cara pendekatan yang berbeda:
- Penglihatan
secara anatomis (merah dan putih)
- Fungsi
otot (cepat dan lambat atau cepat lelah dan tahan terhadap kelelahan)
- Kandungan
biokimiawi (tinggi atau rendahnya kapasitas aerobik)
- Sifat-sifat
secara histokimia (jenis atau sifat enzim yang terkandung di dalamnya.
Gollnick, PD,
dkk (1972) mengatakan bahwa sebutan dan pembagian jenis serabut otot
bermacam-macam misalnya:
- Tipe otot
untuk atlet daya tahan disebut juga :
- Tipe
aerobik
- Tipe I
- Tipe merah
- Tipe tonik
- Tipe
slow-twitch (ST)atau,
- Tipe
slow-oxidative (SO)
- Tipe otot
untuk atlet yang mengutakan kecepatan dan kekuatan disebut juga:
- Tipe
anaerobik
- Tipe II
- Tipe putih
- Tipe
fast-twitch (FT) atau
- tipe
fast-glycolytic (FG)
Selanjutnya
Jansson, E., dkk (1977) dan Staron, RS., dkk (1984) membagi serabu otot
fast-twitch (FT) menjadi:
- FTa (IIA,
fast- oxidativ- glycolytic,FOG )
- FTb (IIB,
fast-glycolytic ,FG)
- FTc (IIC,
intermedia)
Dari aspek fisiologis olahraga, masing-masing tipe
serabut otot mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap latihan. Pembagian dan
klasifikasi struktur dan sifat-sifat fungsi antara serabut otot slow-twitch
(ST) dan fast-twitch (FT) seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel 1: Struktur dan Sifat-sifat Fungsional Serabut Otot
ST dan FT (Fta dan FTb)
Sifat-sifat
|
Tipe Serabut Otot
|
||
ST
|
Fta
|
FTb
|
|
Aspek Persyarafan
- ukuran syaraf motor
- ambang
pengerahan motor syaraf
- kecepatan konduksi syaraf motor
|
Kecil
Rendah
lambat
|
Besar
Tinggi
Cepat
|
Besar
Tinggi
Cepat
|
Aspek Struktural
- diameter serabut otot
- afinitas troponin terhadap kalsium
- pengembangan retikulum sarkoplasmik
- kepadatan mitokondria
- kepadatan kapiler
- kandungan
mioglobin
|
Kecil
Jelek
Jelek
Tinggi
Tinggi
tinggi
|
Besar
Baik
Baik
Rendah
Menengah
menengah
|
Besar
Baik
Baik
Rendah
Rendah
Rendah
|
Energi dasar
- timbunan fosfokreatin
- timbunan glikogen
- timbunan
trigliserida
|
Rendah
Rendah
tinggi
|
Tinggi
Tinggi
menengah
|
Tinggi
Tinggi
Rendah
|
Aspek Enzimatik
- tipe miosin
- aktivitas miosin ATPase
- Aktivitas enzim glikolitik
- aktivitas
enzim oksidatif
|
Lambat
Rendah
Rendah
tinggi
|
Cepat
Tinggi
Tinggi
tinggi
|
Cepat
Tinggi
Tinggi
Rendah
|
Aspek Fungsional
- kekuatan kontraksi
- waktu kontraksi
- waktu relaksasi
- produksi tenaga
- efisiensi energi
- daya tahan
- elastisitas
|
Rendah
Lambat
Lambat
Rendah
Tinggi
Tinggi
rendah
|
Tinggi
Cepat
Cepat
Tinggi
Rendah
Rendah
tinggi
|
Tinggi
Cepat
Cepat
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
|
% Pada tungkai
- pelari jarak jauh
- pelari
jarak pendek
|
80
23
|
14
48
|
5
28
|
Hubungan
Serabut Otot dengan Unjuk Kerja
Serabut otot FT
yang memiliki sifat kontraksi yang cepat, karena memiliki aktivitas m-ATPase
(miosin-ATPase), sedangkan serabut otot ST sebaliknya. Perbandingan kecepatan
waktu kontraksi antara serabut otot FT dan ST, yaitu 2 : 1 (0.05 detik : 0.10
detik) dan waktu relaksasinya kedua-duanya proposional. Tetapi ST di dalam
penggunaan energi lebih efisien, sehingga sangat baik untuk kegiatan yang
memerlukan waktu lama, lebih efisien didalam aktifitas isometrik.
Serabut otot ST
memiliki lebih banyak kolagen sehingga serabut otot ST kurang elastis dan lebh
kaku dari pada serabut otot FT. Keadaan yang demikian bukan berarti menghambat
fungsi serabut ST, tetapi karena memang sifat dari serabut otot ST yang lamban.
Elastisitas yang lebih baik pada serabut otot FT banyak membantu fungsi serabut
otot FT di dalam menghasilkan tenaga (force) kontraksi yang cepat dan kuat
tanpa mengalami hembatan yang berarti, karena serabut otot FT memiliki sifat
”komplayen yang lebih tinggi” (higer compliance)
Pengaruh
Latihan terhadap Tipe Serabut Otot
Dengan
melakukan latihan secara teratur dab berkelanjutan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap tipe serabut otot. Walaupun pengaruh tersebut tidak terjadi pada
tingkatan yang sama, baik pada serabut otot ST maupun serabut otot FT. Dengan
kata lain latihan-latihan tertentu dapat memberikan rangsangan terhadap serabut
ST dan FT. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat latihan adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan
pada kapasitas aerobik
Walaupun serabut otot FT pada umumnya mempunyai kapasitas
oksidatif yang lebih rendah dari pada serabut otot ST, tetapi dengan latihan
kapasitas oksidatif kedua tipe serabut otot tersebut sama-sama meningkat. Ini
berarti bahwa sifat-sifat yang membedakan kapasitas oksidatif antara kedua tipe
tersebut otot tidak dapat berubah karena latihan yang dilakukan. Dengan kata
lain serabut ST selalu memiliki kapasitas aerobik yang lebih tinggi daripada
serabut FT baik sebelum maupun sesudah latihan.
2. Perubahan
kapasitas glikolitik
Secara lebih spesifik terjadi peningkatan kapasitas
glikolitig pada serabut otot FT.
3. Perubahan
tidak terjadi pada tingkatan yang sama
Perubahan pada serabut otot ST dan FT tidak semuanya
terjadi pada tingkatan yang sama. Rangsangan tertentu mengenai perubahan pada
serabut otot ST dan FT tergantung pada tipe, durasi, dan intensitas latihan.
Peningkatan ukuran serabut otot terutama disebabkan oleh meningkatnya ukuran
diameter dan jumlah miofibril di dalam sel otot (mitocondria, retikulum
sarkoplasma , dan sebagainya) meningkat secara proposional. Kedua tipe serabut
otot mengalami hipertropi selama latihan berbeban, alan tetapi peningkatan yang
lebih besar terjadi pada serabut otot FT. Apabila melakukan latihan daya tahan
dalam waktu yang lama, yang terlihat banyak perubahan adalah otot yang tahan
terhadap kelelahan, dan disertai oleh meningkatnya kapasitas otot untuk
menghasilkan ATP melalui oksidasi fosforosasi. Sehingga serabut otot ST
menempati daerah terbesar pada otot atlet daya tahan daripada serabut otot FT.
Begitu juga sebaliknya, serabut otot FT menempati daerah terbesar pada atlet
lari cepat (sprinter), tolak peluru, ataupun pada lempar cakra.
4. latihan
tidak bisa mengkonversi serabut otot
Telah banyak dibuktikan bahwa dengan latihan serabut otot
ST dan FT tidak dapat dikonversikan satu sama lain (Eriksson, B.,Dkk. 1973).
Soal:
- Jelaskan
struktur otot rangka secara makro dan mikro!
- Jelaskan
fungsi otot rangka!
- Jelaskan
mekanisme kontraksi dan relaksasi otot rangka!
- Jelaskan
keunggulan dan kelemahan tipe serabut otot cepat dan otot lambat!
- Bagaimana
pengaruh latihan terhadap perubahan otot?
BAB III
KONSEP DASAR KONTRAKSI OTOT DALAM OLAHRAGA
(ISITONIK,
ISOMETRIC, EKSENTRIK, ISOKINETIK, PLYOMETRIK)
Mahasiswa
setelah mempelajari bab ini diharapkan dapat:
- Menjelaskan
prinsip dasar kontraksi otot
- Menjelaskan
pengertian kontraksi otot: isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik, dan
plyometrik
- Memberikan
contoh kontraksi otot: isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik, dan
plyometrik
- Menerapkan
berbagai jenis kontraksi otot pada latihan berbagai cabang olahraga
Prinsip dasar kontraksi otot ialah menahan atau melawan
kepanjangan otot (kontraksi adalah menuju ke arah pendek), dikarenakan aktin
ditarik ke arah pusat sarcomere oleh myosin. Ada lima jenis kontraksi, yaitu :
- Isotonik panjang otot berubah (memendek)
- Isometrik
panjang otot tetap
- Eksentrik
panjang otot berubah (memanjang)
- Isokinetik Isotonik yang menekankan pada pembebanan
konstan
- Plyometrik Isotonik yang menekankan percepatan gerak
Kontraksi Isotonik
Dalam kegiatan olahraga salah satu contoh nyata kontraksi
isotonic adalah ketika lengan seseorang mengangkat dumble.
Gambar Lengan
Bekerja Isotonic
Untuk dapat mengangkat dumble dari posisi lengan lururs
menjadi lengan ditekuk, otot biceps brachii berkontraksi dalam pola
kerja isotonic. Isotonik diartikan sebagai pola kontraksi yang berpegang
pada tonusnya – tetap, sebaliknya panjang ukuran otot berubah/memendek.
Kontraksi isotonil juga disebut kontraksi konsentris atau dinamis.
Secara anatomis otot biceps brachii berlokasi di lengan
atas anterior. Otot ini mempunyai origo di tulang scapula, tepatnya
adalah di prosesesus coracoideus dan supra glenoidalis scapula.
Sedang insersisnya ada di tulang radius (tuberositas radial). Ketika
berkontraksi isotonic maka lengan bawah akan terangkat ke atas atau fleksi
lengan terjadi.
Catatan :
- Besarnya
kekuatan isotonic tergantung jumlah kepala myosin yang dapat crossbridge.
- Atas dasar
ad 1, setiap titik lintasan besarnya kekuatan/tegangan tidak sama.
- Atas dasar
ad 1 dan ad 2, dengan beban yang beratnya tertentu, irama kontraksinya
tidak akan konstan.
Contoh :
Gambar Kurve
Pada Gerak Siku di tekuk
Keteragan :
Atas dasar gambar di atas, kita tahu bahwa,
tegangan/kekuatan terbesar terjadi ketika lengan dalam posisi fleksi sudut 1200.
Pada saat lengan lurus, tegangan/kekuatan lebih rendah dan tegangan terendah
pada saat fleksi 300.
Akhirnya kita dapat menarik simpulan-simpulan :
- Tegangan
diperlukan oleh otot untuk mengangkat beban. Tanpa adanya tegangan otot
tidak dapat melawan tahanan.
- Untuk
dapat mengatasi besarnya beban, tegangan otot harus lebioh besar dari
obyek beban yang diangkat.
Isometrik
Dalam olahraga, menggenggam raket tenis merupakan salah
satu contoh kontraksi isometric otot lengan bawah. Pada saat ini otot lengan
bekerja mempertahankan agar raket tidak lepas. Musculus fleksor digitorum
superficialis dan profondus adalah otot yang berlokasi dibagian
anterior lengan bawah. Keduanya memiliki origo di tulang humerus, ulna dan
radius (didaerah siku), sedangkan insersinya ada pada basic phalangea I dan II.
Dalam memegang raket tenis, otot ini mula-mula
berkontraksi secara isotonic yang menghasilkan fleksi pada jari-jari tangan.
Selanjutnya otot ini berkontraksi isometric yang menghasilkan dipertahankannya
fleksi jari-jari untuk menggenggam gagang raket.
Disebut isometric di ambil dari istilah Iso
yang artinya “tetap” dan metric yang menggambarkan “ukuran”. Kontraksi
isometric adalah kontraksi di mana otot tidak mengalami perubahan ukuran.
Secara fisiologis kontraksi yang terjadi pada m fleksor
digitorum profondus dan sublimis pada sarcomere dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar
Kontraksi Isometrik
Tampak Miosin
menempel di aktin
Catatan :
Ada sejumlah catatan yang perlu dianalisa lebih lanjut
dalam pembahasan kontraksi isometric
- Besarnya
kekuatan kontraksi isometric tergantung pada jumlah kepala myosin yang
crossbridge.
- Setiap
sudut lintasan mempunyai kekuatan berbeda, tergantung :
- Panjang otot
- Letak otot secara mekanika
- Kontraksi
isometric dapat terjadi pada posisi otot sedang memanjang, normal, dan
dalam posisi memendek.
- Kontraksi
isotonic yang dihentikan, akan menjadi kontraksi isometric.
Kontraksi Eksentrik
Ketika lengan mengangkat sebuah dumbel merupakan contoh
nyata kontraksi isotonic, maka jika dumbel diturunkan kembali otot biceps
brachii mengalami kontraksi eksentrik, sebagai mana gambar di bawah ini.
Gambar Otot Biceps Brachii
Dalam Kontraksi
Eksentrik
Untuk dapat turun secara perlahan atau lengan kembali
ekstensi, maka otot biceps brabchii harus bekerja dalam pola kerja eksentrik.
Disebut eksentrik sebab serabut-serabut otot bergeser keluar dari pusat /
centranya. Secara fisiologis, mekanisme yang terjadi pada biceps brachii dalam
sarcomere adalah :
- Pada awal
kontraksi A, otot biceps brachii tidak dalam panjang normal. Ia dalam
posisi memendek, selanjutnya otot ini dengan menahan beban menuju posisi B.
Dalam menuju posisi B, kepala-kepala myosin bekerja back power stroke dari
tropinin satu ke tropinin yang lain ke arah lateral. Sampai pada akhirnya biceps
brachii terulur pada posisi C.
Jadi
kontraksi eksentrik kerja kepala myosin tidak menarik aktin tertapi
melepaskanaktin dengan penahanan. Dalam kondisi ini tegangan dikembangkan
dikembangkan bersamaan dengan memanjangnya otot.
Kontraksi
Isokinetik
Dasar
pola kontraksi isokinetik adalah pola isotonic, yakni otot mengalami
pemendekan. Perbedaan yang nyata ada;ah :
- Bila pada kontraksi isotonic
setiap lintasan gerak otot menanggung beban yang sama, pada kontraksi
isokinetik beban yang ditanggung tidak sama.
- Bila pada kontraksi isotonic
kecepatan dalam menempuk lintasan gerak tidak rata, pada kontraksi isokinetik
kecepatan dalam menempuh jarak lintasan adalah rata.
Perbedaan Lain dengan Isotonik
Pada setiap sudut lintasan, kontraksi isokinetik akan
terjadi tegangan maksimal, sedang isotonic tidak terlalu maksimal. Pada setiap
sudut lintasan, kontraksi isokinetik akan melawan pembebanan secara
proporsional dengan kekuatannya, sedangkan isotonic tidak terlalu proporsional.
Pada kontraksi isokinetik kecepatan geraknya selalu tetap, sedang isotonic
kecepatan geraknya tidak tetap. Untuk latihan isokinetik memerlukan alat khusus
yang dapat melaporkan besarnya beban yang diangkat setiap sudut ;intasan,
pembebanan pada latihan isotonic hanya dapat diukur dalam bentuk beban luar.
Sampai saat ini program latihan isokinetik dipandang sebagai cara yang paling
baik.
Secara fisiologis kontraksi ini tidak
jauh berbeda, kepala myosin secara serempak menarik aktin ke pusat sarcomere.
Prinsip perbedaan terletak pada jumlah kepala myosin yang menarik aktin. Dalam
kontraksi isokinetik tahanan beban secara proporsional sesuai dengan jumlah
kepla miosinyang memungkinkan dapat pasangan. Secara total kepala myosin akan
mengadakan power stroke menarik aktin. Konsekuensi dari kontraksi ini
memerlukan energy yang sangat besar. Efek dari pembebanan yang proporsional
menyebabkan gerak dengan kecepatan konstan. Inilah mengapa untuk melaksanakan
kontraksi isokinetik dalam kegiatan olahraga tidak mungkindapat dilakukan
kecuali dengan alat yang canggih.
Kontraksi Plyometrik
Pada dasar pola kontraksi plyometrik
adalah pola isotonic, yakni otot mengalami pemendekan kea rah pusat sarcomere
dengan didahului tarikan pemanjangan. Dalam kegiatan olahraga kontraksi ini
diwujudkan dalam kerja yang meledak (melempar, meloncat, dsb).
Disebut plyometrik dari istilah plyo
dan metric. Plyo berarti berlapis-lapis, sedangkan mettrik artinya ukuran
panjang. Sehingga plyometrik artinya suatu kontraksi yang mempunyai
lapisan-lapisan kecepatan gerak pada setiap perubahanukuran panjang. Artinya
dalam berkontraksi kecepatan antara meter pertama, kedua dan seterusnya
ditempuh dengan yang makin pendek (tidak sama).
Kajian fisiologis dalam kerja
plyometrik menjelaskan bahwa di dalam otot ada berkas otot yang dikenal sebagai
muscle spindle. Fungsi utama muscle spindle adalah mengawasi otot bila
terjadi rangsangan yang melewati batas maksimal, dan sekaligus merespon untuk
segera kembali dalam panjang normal dengan aksi berkontraksi secara mendadak (stretch
reflex). Kajian secara detail belum ditemukan, hanay diduga saat otot
dipanjangkan melebihi panjang normal, otot berkontraksi secara isometric
artinya tidak ada perubahan posisi actomyosin. Pemanjangan dalam kondisi
isometric tersebut dapat dilaksanakan akibat dari tangki kepala myosin (meromyosin)
yang meregang.
Pengembalian regangan dari meromyosin
inilah yang menyebabkan otot dapat berkontraksi dengan kecepatan
berlapis-lapis. Untuk dapat bekerja secara cepat beban yang ditanggung harus
ringan sampai sedang.
SOAL:
- Jelaskan
pengertian ciri kontraksi otot isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik,
dan plyometrik
- Berikan
contoh kontraksi otot isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik, dan
plyometrik
- Berikan
contoh penerapan kontraksi isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik dan
plyometik pada latihan berbagai cabang olahraga!
BAB IV
SUMBER
ENERGI KONTRAKSI OTOT
Mahasiswa setalah mempelajari bab ini diharapkan
dapat :
- Menjelaskan
pentingnya ATP
- Menjelaskan
kebutuhan ATP untuk kontraksi otot
- Menjelaskan
proses pembentukan ATP secara anaerobik
- Menjelaskan
proses pembentukan ATP secara aerobik
- Menjelaskan
sumber-sumber energi untuk kontrasi otot
- Menjelaskan
sisitem energi pada berbagai bentuk latihan olahraga
Sumber energi yang digunakan untuk kegiatan fisik
adalah dari konsumsi bahan makanan. Sumber energi ini diperlukan unuk
memelihara kehidupan jaringan otot. Jumlah energi yang dperlukan oleh tubuh
seimbang dengan banyaknya aktivitas. Nilai-nilai energi dalam makanan membentuk
strktur-struktur kimia tertentu dalam suatu rantai ikatan kimia.
Energi penting untuk kerja adalah molekul-molekul karbohidrat
dan molekul-molekul lemak. Untuk dapat digunakan keduanya harus dirubah melalui
proses biokimia tubuh. HAsil akhir dari proses ini adalah berbentuk ATP, yakni
merupakan energy tertinggi.
Ciri-ciri dan kapasitas ATP di Sel Otot
Ada dua
macam system perubahan dari energy makanan samapai menjadi ATP, yaitu oksidasi
aerobic dan glikolisis anaerobic. Aerobik artinya dengan oksigen, sedangkan
anaerobic artinya tanap oksigen. Penggolongan menjadi dua kategori ini atas
dasar kesesuaian keperluan energy untuk jenis latihan. Latihan yang bersifat
fitness umumnya menggunkan sumber oksidasi aerobic, sebaliknya latihan-latihan
dengan penekanan maksimal memerlukan adanya sumber energy glikolisis anaerobic.
Kebutuhan ATP selama Latihan
Kepadatan ATP di dalam sel otot dapat dianalogikan
seperti tingkatan air di bak penampung air. Energi semacam ini disebut energy
potensial. Energi ini harus kembali penuh sepanjang waktu, maka jika air di bak
digunakan, maka untuk memlihara volumenya agar tetap penuh, ubuh berusaha
mengisi kembali. Air bak harus tetap kontan sekalipun pintu air yang terletak
di dasar bak diuka lebar-lebar.
Serupa dengan itu konsentrasi normal ATP dalam sel
otot harus di jaga ke”ajeg”annya, sekalipun situasi pemakaian yang luar biasa.
Latihan yang sangat keras akan menurunkan konsentrasi ATP sangat tajam.
Penurunan sebanyak 40% mengakibatkan kegiatan otot terhenti atau terjadi
berbagai kerusakan.
Pada permulaan latihan pintu bak air secara tiba-tiba
dibuka, air mengalir (ATP berkurang). Tugas pokok sumber energi adalah untuk
mengisi kembali ATP sel yang oleh karena latihan dipakai secara berlebihan.
Arah pengisian kembali adalah sampai volume normal seetiap sel akan ATP
tercapai.
Selama intensitas latihan ringan sampai setengah
berat, tugas pengisian ATP kembali, dengan mudah dapat teratasi, karena
kemampuan mereka untuk membentuk kembali ATP dapat memenuhi tuntutan sel. Pada
kegiatan latihan yang semakin bertambah berat, mengakibatkan secara
berturut-turut pengisian kembali ATP sel menjadi tak terjangkau lagi, akibatnya
bak air menjadi banyak berkurang.
Pada latihan yang amat keras tuntutan ATP untuk kerja
otot dapat meningkat 15 kali lipat dari normal. Akibatnya konsentrasi ATP di
dalam sel turun drastic. Penurunan ATP otot berpengaruh terhadap fungsi aktin
dan myosin. Efek dari turunnya TAP sel otot adalah berhentinya usaha kontraksi
otot.
Sumber Energi
Glikosis Anaerobik
Sumber energi glikolisis anaerobic adalah sebuah system
yang komplek tentang pemecahan molekul-molekul karbohidrat dengan menggunakan
enzim-enzim khusus. Hasil proses glikolisis anaerobic ini adalah energy dalam
bentuk ATP, panas dan asam laktat.
Glikolisis anaerobic dapat menghasilkan ATP secara cepat
dan relative besar, tanpa energy ini kemampuan untuk kegiatan-kegiatan cepat
dan berat tidak adapt dilaksanakan. Namun demikian energy ini jumlahnya
terbatas. Dukungan terbesar dari ATP glikolisis anaerobic adalah pada latihan
keras pada periode waktu 40 – 70 detik. Sungguhpun pemakaian energi glikolisis
anaerobic bergerak seirama dengan transport oksigen dalam tubuh, tetapi periode
ini adalah pendek dan bercirikan tekanan terhadap pelaku.
Sumber Energi
Aerobik
Proses
pemecahan energy oksidatif berjalan lebih kompleks bila dibandingkan dengan
glikolisis anaerobic. Dalam proses ini otot dapat menghasilkan ATP dengan
jumlah yang lebih besar. Proses ini memerlukan adanya oksigen yang cukup,
sehingga hasil ATP yang dibangkitkan secara proporsional sebanding dengan
volume oksigen yang dihabiskan oleh otot. Dengan kata lain besarnya ATP yang
dibentuk, dipengaruhi secara langsung oleh jumlah oksigen yang dikirim dan
dihabiskan oleh otot. Walaupun peranan oksigen sangat penting dalam hal ini,
tetapi harus disadari bahwa oksigen bukan termasuk komponen sumber energy.
Oksigen adalah gas yang berperan sebagai penyusun terakhir campuran kimia
dengan dua atom hydrogen menjadi molekul air ( 2H + O2 Ã H2O ).
Adenosin Tri Phosphat
(ATP)
ATP adalah singkatan adri Adenosine Tri Phosphat, yaitu
bentuk energy kimia yang siap untuk kerja. ATP ada di dalam setiap sel otot,
tepatnya adalah di ujung-ujung kepala myosin.
Secara kimiawi ATP digambarkan dalam bentuk struktur sbb.
:
Gambar: Struktur kimia ATP
Di mana, dua kelompok fosfat terakhir merupakan “high
energy bonds” yang memungkinkan sel otot melakukan kerja. ATP diukur dalam
satuan mole, mole adalah sejumlah bahan campuran yang diberikan oleh
beratnya. Beratnya tergantung dari banya dan macamnya atom-atom yang
menyusunnya. Setiap mole ATP dapat melepaskan energy anatar 7-12 k cal.
Simpanan ATP
Di depan telah dikemukakan bahwa ATP disimpan di dalam
sel otot. Setiap kilogram otot tersimpan ATP sebanyak milimol, PC tersimpan
sebanyak 16 milimol. Jadi orang yang memiliki berat otot 30 kg, di dalam
tubuhnya tersimpang 120 milimole ATP dan 480 milimol PC. (Setiap pemecahan satu
mole PC dapat membentuk kembali satu mole). Jika setiap mole ATP dapat
menghasilkan energi 7-12 kcal maka 120 milimol yang tersimpan pada orang
tersebut hanya menghasilkan 1,2 kcal dari ATP dan 4,5 kcal dari PC. Simpanan
sebesar ini hanya dapat digunakan untuk aktifitas cepat antara 3-8 detik saja.
Prinsip Reaksi Berpasangan Dalam Metabolisme Energi
Yang dimaksud reaksi berpasangan adalah dua atau
lebih reaksi yang terpisah dihubungkan secara bersama-sama dalam berbagai cara,
sehingga energ yang dilepaskan oleh sebuah reaksi digunakan untuk keperluan
reaksi yang lain.
Soal:
- Jelaskan
pentingnya ATP bagi kehidupan manusia!
- Jelaskan
kebutuhan ATP untuk kontraksi otot!
- Jelaskan
proses pembentukan ATP secara anaerobik!
- Jelaskan
proses pembentukan ATP secara aerobik!
- Jelaskan
sumber-sumber energi untuk kontrasi otot!
- Jelaskan
sisitem energi pada berbagai bentuk latihan olahraga!
BAB V
FISIOLOGI
LATIHAN OTOT
- Latihan
Isotonik
Latihan isotonic adalah pola latihan yang mengikuti
kaidah kontraksi isotonic, yakni suatu kontraksi di mana otot bekerja mengalami
pemendekan dari panjang asal. Pada proses pemendekan, kecepatan tidak konstan
dengan menanggung beban yang besarnya tidak proporsional dengan kekuatannya.
Secara mikro peristiwa isotonic yang terjadi di dalam sarcomere adalah adanay
tarikan aktin oleh kepala myosin yang berulang kali dari triponin. Satu
ketroponin berikutnya. Efek dari tarikan yang berulang-ulang mengakibatkan
sarcomere mengalami pemendekan. Respon kekuatan kontraksi isotonic sangat
tergantung pada besarnya beban yang di tanggungnya. Bila beban yang ditanggung
ringan atau lebih kecil dari kekuatan aksimum otot, maka hanya beberapa
fasciculus saja yang bekerja, sebaliknya bila beban yang ditanggung berat atau
sebesar kekuatan maksimum otot, maka seluruh fasciculus dari otot tersebut akan
dikerahkan.
- Latihan
Isometrik
Latihan isometrik adalah pola latihan yang mengikuti
kaidah kontraksi isometric, yakni suatu kontraksi dimana otot tidak mengalami
perubahan panjang otot. Secara mikro peristiwa yang terjadi di dalam sacromere,
kepala myosin menarik aktin tanpa terjadi pemindahan dari tropinin satu ke
tropinin lain, atau tidak terjadi sliding mechanism. Efek dari mekanisme
ini setiap sacromere tidak berubah panjangnya. Besarnya kontraksi isometric
sangat tergantung pada besar beban yang ditanggungnya. Bila beban yang
dtanggung ringan atau lebih kecil dari kekuatan maksimum otot maka hanya
beberapa fasciculus saja yang bekerja, sebaliknya bila beban yang ditanggung
berat atau sebesar kekuatan maksimum otot, maka seluruh fasciculus dari otot
tersebut akan dikerahkan. Jika kita ingat kembali susunan miosin dan aktin di
dalam sacomere, kekuatan kontraksi sangat tergantung oleh jumlah kepala myosin
yang ikut menarik aktin. Dan kita ingat bahwa jumlah kepala myosin yang bias
berpasangan dengan aktin dipengaruhi dapat panjang sacromere (grafik gyuton).
Atas dasar teori ini maka latihan isometric harus dilakukan pada sudut-sudut
lintasan gerak.
- Latihan
Isokinetik
Latihan isokinetik adalah pola latihan yang mengikuti
kaidah kontraksi isokinetik, yakni suatu kontraksi dimana otot bekerja dengan
kecepatan konstan dengan menanggung beban yang besarnya secara proporsional
dengan kekuatannya.
Untuk dapat melakukan latihan dengan model isokinetik
harus memiliki alat latihan yang dapat mengatur pembebanan berubah-ubah. Di
negara lain alat yang namanya Mini Gym dipakai untuk latihan yang dapat
mengatur beban sesuai tuntutan lintasan gerak. Modifikasi yang dapat dilakukan
sukar diterapkan, bila kita tidak memiliki alat ini. Latihan kekuatan isometric
di tiap sudut lintasan merupakan modifikasi yang serupa dengan isokinetik,
namun hal ini tentu saja tidak mencapai tujuan yang diinginkan. Sebab
isokinetik training menuntut otot untuk bekerja secara dinamis dengan kecepatan
konstan.
Secara fisiologis, tujuan pokok dari latihan adlah
“membangun sumber energy yang diperlukan oleh otot”. Karena sumber energi untuk
kontraksi otot adalah aerobik dan anaerobik, maka kedua sumber energi inilah
yang dibangun.
Ditijau dari sudut fisiologis, prinsip dasar latihan
harus membuhi yarat sebagai berikut :
- Pembebanan meningkat bertahap
- Prinsip pembebanan berlebih
- Pola beban
dan pola gerak sama dengan pola beban dan pola gerak sesungguhnya.
- Latihan
Kekuatan
Latihan ini diarahkan pada pencapaian daya terbesar yang
dapat diasilkan oleh kontraksi otot secara maksimal. Resep Latihan :
- Besar
beban latihan kurang dari 10 repetisi maksimum (RM)
- Jumlah set latihan 3-5 set
- Pola gerakan dapat berupa
isotonic, isometric atau isokinetik
- Irama gerak lambat.
Faktor
yang mempengaruhi adalah:
- Ukuran otot
- Jenis otot
- Adaptasi system syaraf
- Latihan Kecepatan
Latihan
ini diarahkan pada pencapaian kemampuan gerak secepat-cepatnya yang dapat
dihasilkan oleh kontraksi otot. Resep latihan :
- Besar
beban latihan, ringan samapi sedang.
- Jumlah set latihan 3-5 set
- Pola gerakan dapat berupa
isotonic, isokinetik,plyometrik
- Irama gerak cepat
Faktor
yang berpengaruh :
- Transmisi sinaps
- Jenis otot
- Kekuatan otot
- Kelentukan
- Latihan Daya Tahan
Dalam latihan pengembangan daya
tahan otot, pada dasarnya tidak berbeda jauh atau sangat mirip dengan latihan kekuatan.
Perbedaan yang nyata adalah terfokus pada pembebanan yang lebih rendah dan
pengulangan yang lebih lama. Untuk latihan isotonic dan isokinetik pembebanan
harus di atas 10 RM, sedangkan untuk isometric penahanan labih dari 20 detik.
- Latihan Daya Ledak
Latihan
ini diarahkan pada pencapaian usaha kerja persatuan waktu tertentu yang dapat
dihasilkan oleh kontraksi otot.
Resep Latihan adalah :
- Besar
beban latihan, ringan sampai sedang
- Jumlah set latihan 3-5 set
- Pola gerakan, dapat berupa
isotonic, isokinetik, plyometrik
- Irama
gerak scepat dan mendadak.
Soal:
Buatlah contoh
program latihan untuk:
- Meningkatkan
kekuatan otot
- Meningkatkan
kecepatan
- Meningkatkan
daya ledak
BAB VI
EFEK LATIHAN PADA ANATOMIS DAN
FISIOLOGIS OTOT
Efek latihan mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis sebagai berikut
:
- Perubahan
yang terjadi pada latihan yang bersifat aerobik
- Meningkatnya hemoglobin otot
Peningkatan
terjadi hanya pada otot yang digunakan untuklatihan saja. Penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan myoglobin otot terjadi setelah latihan selama 12
minggu dengan frekuensi 5 kali perminggu. Juga dilaporkan bahwa peningkatan
myoglobin otot hanya berpengaruh kecil dalam sisitem aerobic, sebab peranan
mioglobin hanya terbatas pada dukungan transportasi semata.
- Meningkatnya jumlah kapiler
darah
Penelitian
menunjukkan bahwa otot-otot yang dilatih secara aerobic memiliki kepadatan
kapiler darah lebih tinggi daripada otot yang dilatih dengan anaerobic.
Penyebabnya
adalah pada latihan aerobic otot secara kontinyu memerlukan layanan
transportasi, sehingga menuntut adanya sarana transportasi yang lebih banyak.
Efek peningkatan kapiler mengakibatkan hipertrofi ringan pada serabut otot
merah.
- Menurunnya
jaringan lemak di sekitar otot
Sumber energy utama dalam latihan aerobik adalah lemak,
untuk itu sangatlah rasional bila pada jaringan otot yang dilatih tidak memliki
cadangan lemak lagi. Hampir semua pelari jarak jauh di dalam tubuhnya tidak
terapat cadangan lemak yang memadahi.
- Perubahan
yang terjadi pada latihan yang bersifat anaerobik
- Terjadi
peningkatan ukuran miofobril terutama pada serabut putih.
Pembesaran miofobril ini disebabkan bertambah banyaknya filament
myosin dan aktin di setiap sacromere akibat adaptasi terhadap pembebanan
latihan.
- Tidak
terjadi peningkatan kapiler yang tajam sebagaimana efek latihan aerobic.
Hal ini terjaadi karena pada latihan anaerobic tidak
menuntut pasokan oksigen yang selalu dikirim melalui pembuluh darah.
- Masih
terdapatnya jaringan lemak di sekitar otot yang terlatih.
Hal ini disebabkan gerakan anaerobic tidak membutuhkan
sumber energy dari hasil pembakaran lemak.
Secara
fisiologis efek latihan mengakibatkan perubahan sebagai berikut :
- Efek
fisiologis dari latihan yang bersifat aerobik
- Meningkatnya oksidasi
kabohidrat otot.
Implikasi
dari aktifitas otot yang terus menerus (latian) adalah meningkatnya jumlah
pemecahan glikogen di dalam otot. Pemecahan ini disebabkan karena otot
memerlukan biaya kontraksi yang harus dibayar terus menerus. Biaya tersebut
berupa tersedianya ATP yang baru tersedia manakala ada energy yang dapat
menyatukan kembali ADP dan P. Sumber energi ini diperoleh dari proses kimia
yang dikenal dengan oksidasi karbohidrat.
Ada
dua hal yang membuat ditingkatkannya oksidasi karbohidrat, yaitu :
- Meningkatnya jumlah, ukuran,
dan memgran permukaan mitochondria sel otot.
- Meningkatnya
enzim-enzim yang diperlukan di dalam siklus Krebs
Laporan penelitian melaporkan, setelah seseorang barlatih
aerobic selama 28 minggu, jumlag mitochondria naik 120%, dan diameternya naik
40% lebih besar dari mereka yang tidak berlatih. Juga dilaporkan bahwa glikogen
otot meningkat dari harga normal 13-15 gram/kg otot menjadi 40 gram/kg otot
atau 2,5 kali lebih banyak yang diperlukan oleh tubuh.
- Meningkatnya oksodasi lemak
otot.
Sebagaimana
dijelaskan di depan bahwa lemak merukan sumber energy terbesar di dalam
pembentukan ATP kembali. Meningkatnya metabolisme lemak akibat dari latihan
aerobic diduga berkaitan dengan 3 faktor sebagai berikut :
- Meningkatnya
depot trigliserida di dalam intra selulair.
- Adanya
peningkatan penguraian trigliserida dari jaringan adipose, sebagai resiko
memenuhi tuntutan kebutuhan sel otot. Perubahan yang terjadi pada latihan yang bersifat
aerobic.
- Ditingkatkannya aktifitas
enzim-enzim yang mendukung aktivasi, transportasi dan pemecahan asam
lemak.
- Efek
fisiologis dari latihan yang bersifat anaerobik.
Hasil perubahan akibat latihan anaerobic meningkatkan
kapasitas system phosphagen dan sistem asam laktat.
- Sistem Phosphagen
Peningkatan
system phosphagen ini disebabkan adanay dua macam perubahan biokimia sebagai
berikut :
- Meningkatnya depot ATP dan PC
di otot.
Depot
ATP di otot dilaporkan meningkat sebanyak 25% yakni 3,8 ml mol menjadi 4,8 ml
mol/kg otot. Data ini diperoleh dari hasil penelitian terhadap sekelompok orang
yang berlatih lari jarak pendek selama 7 bulan dengan frekuensi 2 sampai 3 kali
perminggu.
- Ditingkatkannya aktifitas
enzim-enzim yang mendukung metabolism system ATP-PC, yakni :
ATP
ADP + Pi + Energi ATP ase
Energi
+ ADP + Pi ATP Miokinase
PC
Pi + Creatine + energy Creatine Kinase
Energi
+ ADP + Pi ATP Miokinase
Penelitian
menyebutkan bahwa enzim ATP meningkat 30%, Miokinase meningkat 20%, Creatin
Kinase 36% secara bernakna setelah berlatih selama 8 minggu. Dengan demikian
dapat disimpulkan latihan anaerobic bukan saja meningkatkan ATP dan PC di otot,
tetapi nilai putaran pergantian mereka pun meningkat.
- Sistem Asam Laktat
Perubhaan-perubahan
yang terjadi akibat latihan anaerobic terhadap sisrtem asam laktat terjadi
lebih kompleks.
- Phospofruktokinase adalah enzim
yang diperlukan pada awal proses metabolism, meningkat 83%.
- Peningkatan enzim-enzim
glikolitik berdampak terhadap cepatnya pemecahan glikogen menjadi asam
laktat. Selanjutnya toleransi terhadap tingkat asam laktat darah menjadi
meningkat, akibat kelelahan dapat dipertahankan. Pada orang tak terlatih,
akumulasi asam laktat di darah 0,3 – 0,4 ml gram sudah menjadikan kelelahan.
Saol:
- Jelaskan
efek fisiologis dari latihan aerobik!
- Jelaskan
efek latihan dari latihan anaerobik!
- Buatlah
contoh program latihan untuk melatih kemampuan aerobik!
- Buatlah
contoh program latihan untuk melatih kemampuan anaerobik!
BAB VII
KONSEP DASAR FISIOLOGI PERNAFASAN
Seluruh sel di dalam badan manusia yang letaknya jauh di
dalam, memperoleh sejumlah tenaganya melalui reaksi kimia yang melibatkan
oksigen dan pembuangan karbondioksida. Sementara oksigen tersebut harus diambil
dari luar badan untuk selanjutnya mengalami proses yang panjang agar sampai ke
sel, demikian halnya karbondioksida harus dukeluarkan dari tubuh. Tidak seperti
baniatang bersel satu yang relative mudah mendapatkan oksigen langsung, sebab
tubuhnya bersentuhan langsung dengan lingkungan luar.
Untuk kepentingan inilah maka manusia dan hewan yang
berbadan besar memerlukan system respirasi. Respirasi pada dasarnya adalah
bicara tentang pergerakan masuk dan keluarnya layanan keluar masuknya udara
dari paru yang dikenal dengan ventilasi. Selanjutnya bicara tentang pertukaran
gas baik di dalam paru maupun di dalam jaringan otot.
Ventilasi Paru
Istilah ventilasi dipakai untuk menjelaskan tentang
sarana yang member layanan keluar masuknya udara.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bicara tentang ventilasi
ada dua istilah pokok yang perlu diketahui yakni proses udara masuk kedalam
paru disebut inspirasi dan proses udara keluar dikenal dengan ekspirasi.
Kedua peristiwa itu terjadi terus menerus tanpa heti, aehingga bila dihitung
dalam tiap menit (dalam keadaan istirahat) ada 8 liter udara yang dipindahkan
melalui rongga hidung yang selanjutnya disebut volume menit paru.
(catatan: yang dihitung adalah hanya salah satu inspirasi/ekspirasi)
VE = TV x f
VE : Volume menit (ekspirasi) f : Jumlah kali permenit
TV : Volume tidal
Pertukaran gas
terjadi di dua tempat yakni di dalam paru antara alveoli dan capiler, dan di
dalam jaringan otot antara kapiler dan sel jaringan.
Di Alveoli
Vena Alveoli
CO2 darah Alveoli
Darah O2 Alveoli
Di jaringan
Arteri Sel jaringan
O2 darah sel
Darah CO2 sel
Perbedaan tekanan merupakan factor utama penyebab
pertukaran gas. Pada saat udara segar masuk akibat inspirasi, tekanan O2
di alveoli tinggi sedang tekanan O2 di kapiler paru rendah maka
terjadilah difusi, sebaliknya di jaringan , tekanan O2 di kapiler
tinggi sedang tekanan di sel jaringan rendah, maka pertukaran berlangsung.
Teori
Pertukaran Gas
Bila molekul diletakkan dalam sebuah tempat, maka akan
terjadi gerakan molekul secdara random (BROWNIAN MOTION). Terjadinya gerakan
molekul karena adanya energy kinetic dari tiap molekul. Efek dari gerakan
secara random menyebabkan terjadinya benturan-benturan antar molekul yang menimbulkan
difusi antar tempat.
Tekanan Patikel Gas
Besarnya tekanan gas tergantung pada banyaknya benturan
dan besarnya benturan molekul gas yang terjadi. Bila dalam sebuah tabung
terdapat bermacam-macam gas campuran, maka yang dimaksud tekanan partial gas
adalah suatu tekanan dari tiap jenis gas.
Tekanan partial gas dalam tabung dinyatakan sebagai
berikut :
- Molekul
gas dalam gas campuran akan bergerak dalam kecepatan tinggi dalam
volumenya.
- Konsentrasi
yang besar dari suatu golongan gas mewakili sebagian besar kegiatan
molekul yang ada didalamnya.
- Tiap gas
mempunyai tekanan sebanding dengan prosentasenya.
- Tekanan
gas dalam gas campuran tergantung pada tekanan totalnya dan konsentrasi
dari masing-masing gas.
PB = 760 mmHg
PB = PN2 + PO2
PCO2 = PB x PCO2 PO2 = PB
x PO2 PN2 = PB x PN2
PCO2 = 760 x 0,02 = 760 x 0,18 = 760 x 0,8
= 15,2 = 138 mmHg = 608 mmHg
Jadi tekanan gas dalam gas campuran tergantung dari :
- Tekanan barometer (total)
- Konsentrasi masing-masing gas.
Faktot-faktor
Lain Yang Mempengaruhi Pertukaran Gas
- Kepanjangan saluran diffusi
- Makin pendek akan mempercepat diffuse (diffuse
meningkat)
- Jumlah sel
darah merah atau kepadatan hemoglobin darah
-
Makin padat atau banyak haemoglobin, diffuse meningkat
- Permukaan area yang tersedia
untuk diffuse
-
Apakah banyak kapiler darah yang kontak atau terbuka
Tekanan O2,
CO2, Di Dalam Tubuh
Di udara luar :
- Tekanan O2 159 mmHg
- Tekanan CO2 0,3 mmHg
Di trachea :
- Turun lebih rendah dari
atsmosfer
Untuk
PO2 = 149 mmHg
Untuk
PCO2 = 0,3 mmHg
- Kelembaban pada trachea
Alveoli :
- Turun
lebih rendah intuk PO2 100 mmHg
Udara
basah pada alveoli
- PCO2 naik menyolok
40 mmHg
Darah arteri :
- PO2 = 100 mmHg
- PCO2 = 40 mmHg
Darah vena :
- PO2 = 40 mmHg
- PCO2 = 46 mmHg
Kapasitas
Difusi Selama Latihan
- Selama latihan difusi cenderung
meningkat. Peningkatan terjadi untuk difffusi O2 maupun CO2.
Peningkatan ini terjadi baik difusi yang berada di paru maupun jaringan.
Peningkatan difusi dialami baik oleh olahragawan maupun orang yang tidak
pernah berolahraga. Peningkatan difusi selama latihan disebabkan :
- Naiknya temperatur tubuh yang
mengakibatkan turunnya viskositas cair tubuh.
- Meningkatnya area difusi
- Ada perbedaan tipis antara
laki-laki dan perempuan didalam difusi, angka difusi pada laki-laki
umumnya lebih tinggi dibanding wanita. Hal ini tidak lepas dari luasnya
area difusi laki-laki lebih lebar.
- Ada
perbedaan volume difusi antara atlet dan non atlet. Perbedaan ini terdeteksi baik pada
saat istirahat maupu pada latihan. Kapasitas difusi atlet lebih tinggi dari pada orang
yang bukan atlet.
- Atlet-atlet
cabang olahraga yang bersifat endurance, cenderung mempunyai
kapasitas diffuse yang lebih tinggi dari pada atlet-atlet cabang atau non endurance.
Soal:
- Jelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi pertukaran gas pernafasan yang terjadi di
paru !
- Jelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi pertukaran gas pernafasan yang terjadi di
pada jaringan !
BAB VIII
DAYA AEROBIK MAKSIMUM
Daya aerobik maksimum menggambarkan jumlah oksigen
maksimum yang dikonsumsi persatuan waktu oleh seseorang selama tes, dengan
latihan yang makinlama makin berat sampai kelelahan. VO2 max adalah
ambilan oksigen (oxygen uptake) selama usaha maksimal. Prestasi pada
tingkat VO2 maks hanya dapat dipertahankan dalam waktu yang sangat singkat,
paling lama beberapa menit. Biasanya dinyatakan sebagai volume permenit yang
dapat dikonsumsi oleh organisme, dengan beban maksimal yang dapat dipertahankan
dalam periode waktu tertentu.
Pemahaman tentang VO2 maks sangat penting
untuk cabang olahraga yang mengeluarkan daya secara total seperti dayung, balap
sepeda, dan sebagainya. Sering kali nilai VO2 maks dinyatakan pula
dalam volume per kilogram berat badan (ml/ Kg/ min) pada aktivitas seperti lari
atau ski yang melibatkan komponen berat badan sebagai indikator berpengaruh.
Suplai Energi
SelamaPenentuan VO2 maks
Peningkatan VO2 Max karena Pengaruh Latihan
Selama usaha maksimal, energi yang digunakan diperoleh
dari perpaduan seimbang dan optimum antara metabolisme aerobik dan metabolism anaerobik.
Burke, membuat persamaan sederhana untuk pemahaman pengeluaran energi dalam
konteks usaha maksimal, sebagai berikut:
Pengeluaran energi maksimal = daya aerobic maksimal +
daya anaerobic maksimal
Sedangkan Janssen membuat korelasi antara suplai energi
aerobik, suplai energi anaerobik dan VO2 maks dalam suatu
grafik seperti terlihat pada halaman 39. Janssen menyimpulkan bahwa suplai
energi selama usaha VO2 max adalah aerobik dan anaerobik.
Kenyataannya VO2 max adalah pengambilan oksigen selama usaha
maksimum. Prestasi pada tingkat VO2 max hanya dapat dipertahankan
dalam waktu yang sangat singkat, paling banyak beberapa menit.
Selama pengukuran VO2 max, suplai energi
datang dari aerobik dan anaerobik. Karena suplai energi anaerobik dibatasi
kapasitas, orang yang diets akan tahu bahwa setelah beberapa waktu yang pendek,
dirinya dipaksa berlari lebih lambat. Dengan demikian, beban daya tahan harus
berada dibawah tingkat VO2 max. Karena pengaruh latihan, VO2
max akan meningkat, tetapi yang lebih penting adalah kenyataan bahwa latihan
juga mempengaruhi suplai energi, yang membuatnya lebih aerobik daripada beban
yang meningkat.
Metabolisme anaerobik bereaksi pada prosentase VO2
max yang lebih tinggi. Hal ini berarti, di bawah pengaruh latihan, laktat
dibentuk pada beban yang berhubungan dengan prosentase VO2 yang
lebih tinggi. Dengan demikian latihan maeningkat VO2 max itu
sendiri, dan disimpulkan sebagai peningkatan prosentase VO2 max
dimana usaha bias dipertahankan dalam waktu yang lama.
Kebanyakan laboratorium menggunakan metode tak langsung
untuk menilai VO2 max, karena pengukuran VO2 max secara
langsung membutuhkan alat canggih dan personil yang terlatih.
Relevansi daya aerobic maksimal dan ambang anaerobik
Evaluasi kapasitas atlet untuk menghasilkan energy
dari sumber aerobic, hanya akan relevan dengan cabang olahraga dan event, yang
prestasinya dipengaruhi oleh pembatasan dalam proses. Dengan demikian
pengukurran kapasitas aerobic atlet akan berkurang nilainya untuk memperkirakan
potensi tanding, apabila olahraganya membutuhkan pengeluaran energy maksimal
yang terus menerus dalam waktu kurang dari 40-45 detik. Apabila lamanya event
lebih panjang, pentingnya kapasitas aerobic lebih meningkat sebagai factor
penentu untuk sukses.
Beberapa aktivitas, seperti misalnya olahraga racquet
dan kebanyakan olaraga beregu, membutuhkan pelepasan energy berintensitas
tinggi pada satu seri (50 sampai 20 detik) terpisah dari periode intensitas
yang lebih rendah, pada pemulihan. Meskipun pada olahraga tertentu sebagian
besar energy secara langsung dihasilkan dari sumber non oksodatif, pada
pemulihan terjadi proses oksidatif. Dengan demikian kecepatan pangisian kembali
simpanan energy tinggi dalam otot, dan pemusnahan hasil samping metabolism
anaeorbik, sangat tergantung pada daya aeroik maksimal. Lebih dari itu
seseorang dapat mengharapkan kecepatan pemulihan secara progresif sebagai
factor yang lebig penting dari pada lamanya pertandingan atau peningkatan
turnamen. Dengan alasan ini, penilaian daya aerobic maksimal juga merupakan tes
yang penting untuk atlet tertentu.
Karena
secara kuantitatif VO2 max menunjukkan kemampuan atlet lebih baik
dalam menyangkut oksigen maupun menggunakan oksigen di otot, nilainya
bervariasi menurut cara latihan dan otot yang terlibat.
Karena
VO2 max mempunyai nilai praktis untuk atlet, cara latihan harus
dikontrol dan spesifik untuk cabang olahraganya, baik mengenai intensitas
maupun durasinya. Dengan demikian VO2 max pelari harus diukur dengan
treadmill lari, VO2 max pendayung harus diukur dengan ergometer
dayung dan seterusnya. Dengan kata lain, pengukuran VO2 max perenang
dengan mengayuh sepeda ergometer, mempunyai nilai praktis yang kecil untuk
menilai keadaan latihan renang.
Relevansi
Ambang Anaerobik
Pada
event daya tahan panjang, kemampuan atlet untuk mempertahankan latihan pada
prosentase VO2 max yang tinggi, mungkin sama dengan pentingnya VO2
max yang sebenarnya.Secara teoritis pengukuran ambang anaerobic atau titik yang
menunjukkan mulai menumpuknya laktat darah, merupakan penunjuk kemampuan ini.
Apabila intensitas latihan melebihi tingkat ini, waktu daya tahan akan
mengurang, karena faktor tertentu seperti keasaman otot yang meningkat, dan
pengurangan kapasitas untuk memobilisir lemak dan untuk menghemat glikogen
otot.
Perlu
diperhatikan bahwa pengurangan simpanan glikogen otot, menjadi pembatas hanya
pada event jangka panjang dan tidak terjadi apda event yang membutuhkan waktu
kurang dari 30 menit secara keseluruhan. Dengan demikian pengukuran ambang
anaerobik sangat relevan untuk atlet seperti pelari maraton dan lintas alam
jarak jauh. Pada event jarak menengah seperti misalnya 800m – 5000m, beberapa
event renang, dayung, dan kano yang melebihi ambang anaerobik dan tidak
terbatasi oleh pengurangan substrate, pengukuran ambang anaerobik akan kurang
relevan.
Meskipun
dengan metode tak langsung, pengukuran VO2 max tetap memakan waktu,
dan setelah VO2 max diketahui, kita masih tidak tahu manfaat VO2
max.
Beberapa
ilmuwan masih percaya pentingnya penentuan VO2 max. Menurut Thoden,
tes kapasitas aerobik yang teratur dan periodik dapat membantu menentukan :
- Kecocokan atlet pada tipe
olahraga tertentu atau peran khusus pada suatu olahraga
- Penekanan dimana seharusnya
latihan aerobik diletakkan.
- Tipe latihan aerobik yang
harus digunakan
- Efek
program tertentu pada daya aerobik maksimal. Lebih dari itu, tipe
informasi ini dapat membantu menentukan program
- Saat
peningkatan atlet atau saat perubahan program
- Pola
atau irama tanding atlet
- Apakah
kapasitas atlet menurun karena pertumbuhan, makanan atau faktor-faktor
medis.
Dengan metode langsung kita bisa segera mengetahui VO2
max yang sesungguhnya. Untuk penentuan VO2 max dengan metode
langsung, dibutuhkan laboratorium canggih dengan personel terlatih. Kita masih
memperkirakan VO2 max dengan metode tak langsung, dan sebenarnya hal
ini agak rawan. Dengan metode tak langsung, sesungguhnya kita tidak hanya
mengukur kapasitas aerobik, tetapi juga kapasitas anaerobik. Dengan metode tak
langsung kita mengukur kapasitas kerja maksimal.
Dosis latihan
menurut nilai asam laktat dan denyut nadi
Pelari jarak jauh harus tahu pentingnya mempunyai nilai
konsumsi oksigen yang besar. Konsumsi oksigen maksimal menunjukkan kapasitas
tubuh, terutama otot skelet untuk memproses oksigen. Pada aktivitas yang
berlangsung lebih dari beberapa menit, tersedianya oksigen menentukan kecepatan
energi yang dapat dihasilkan dari cadangan makanan. Kita dapat menyetarakan
pelari dari beberapa ukuran, dengan cara membagi oksigen dengan berat badan.
Dengan demikian konsumsi oksigen secara umum dinyatakan
dalam milimeter perkilogram per menit (1 kg = 2,2 pon). Pelari elite jarak
menengah mempunyai nilai konsumsi oksigen 75- 85 ml per kilogram per menit, dan
bisa dibandingkan dengan rata-rata mahasiswa yang di bawah 50, dan dibawah
sampai pertengahan 30 untuk rata-rata mahasiswi. Peningkatan konsumsi oksigen
maksimal terjadi pada bulan pertama program training. Hal ini mungkin berasal
dari pengurangan lemak tubuh yang tentu saja akan mengurangi berat badan.
Pelari A dengan konsumsi oksigen maksimal yang besar
harus bisa mempertahankan irama yang lebih cepat dari pada pelari B yang
mempunyai konsumsi oksigen maksimal yang lebih kecil. Apalagi bila pelari B
berusaha menyamai pelari A, sebagian suplai energi pada B berasal dari
anaerobik, yang menyebabkan pembentukan asam laktat dan kelahan. Inilah
sebabnya mengapa pelari elite tanpa kecuali, harus mempunyai konsumsi oksigen
maksimal yang tinggi, terlebih lagi sebagian besar pelari mempunyai pengalaman
naik turunnya prestasi yang berganti-ganti. Kita tahu bahwa konsumsi oksigen
maksimalmya tidak banyak berubah selama pergantian tersebut. Mengapa prestasi
bervariasi? Jawab dari pertanyaan ini terdapat pada konsep ambang aerobik.
Ambang aerobik merupakan tingkat kerja yang mengawali penumpukan sama laktat
otot dan cairan tubuh. Produksi asam laktat dapat disebabkan oleh satu atau dua
keadaan berikut :
Sewaktu
kelompok berkas otot digiatkan melebihi normal dan atau penggiatan pada berkas
otot yang tidak banyak digunakan.
Keadaan ini
dapat terjadi bila ada perubahan (ganti sepatu, permukaan lari, cedera atau
kelelahan) atau perubahan subtansial pada irama lari, terutama bila lebih
cepat, tetapi kadang-kadang juga terjadi bila lari lambat.
Pada kasus ini, rangsang training untuk produksi sejumlah
enzim aerobik yang diperlukan tidak terjadi pada berkas otot yang sesuai. Tanpa
latihan yang baik dan lama, pada berkas otot cepat, pembentukan asam laktat
akan lebih meningkat, karena cepatnya kontraksi dan kurang baiknya suplai enzim
aerobik, maupun suplai darah. Untungnya, berkas otot lambat yang terlatih
dengan kontraksinya lebih lambat, dan suplai enzim aerobik maupun supali darah
yang lebih baik, umumnya digiatkan terlebih dahulu sehingga sedikit atau sama
sekali tak ada asam laktat yang dilepaskan.
Bagaimanapun juga, segera setelah terjadi beban berlebih
pada berkas otot yang terlatih akan digiatkan dengan hasil yang tidak
diinginkan. Apabila berkas otot yang terlatih akan digiatkan dengan hasil yang
tidak diinginkan. Apabila berkas otot lambat yang digiatkan tidak terlatih dia
akan cenderung memproduksi asam laktat.
Pada orang yang tidak banyak gerak, ambang anaerobik akan
terlampaui pada itensitas dengan prosentase konsumsi maksimal yang sangat
rendah sebagai contoh seorang yang sangat gemuk, kadar asam laktatnya meningkat
meskipun ia hanya berjalan dengan irama 3,23 mph yang hanya membutuhkan 38%
konsumsi oksigen maksimum. Di lain pihak lari maraton yang sangat terlatih
mampu bekerja mendekati 90% konsumsi oksigen maksimalnya sebelum melampaui
ambang anaerobik. Akhirnya kita dapat meningkatkan ambang dengan program
latihan. Kenyataan seseorang dapat berubah dari 38% samapai 89% dalam 30 bulan.
Sekali lagi saya ingin menggambarkan bagaimana konsep anaerobik dapat menerangkan
hal ini paling tidak untuk berbagai perbedaan ini.
Tiga pelari (A, B, dan C) mempunyai konsumsi oksigen
maksimal berturut-turut 80, 80, dan 80 mililiter perkilogram per menit, pelari
A dan C sangat terlatih dengan ambang anaerobik 70 dan 63 mililiter perkilogram
permenit secara berurutan, sedangkan pelari B yang gemuk dengan ambang
anaerobik 50 mililiter perkilogram permenit. Pada perlombaan jarak jauh, A
dapat diharapkan untuk mempertahankan irama yang membutuhkan oksigen 70
mililiter perkoligram permenit (sekitar 5:06 per mili), B hanya bisa berlari
dengan irama yang membutuhkan 50 mililiter perkilogram permenit (sekitar 6:45)
dan C akan mempertahankan langkah yang membutuhkan 63 mililiter perkilogram
permenit (sekitar 5:36). Kita mengharapkan pada perlombaan yang akan samapi
finish berturut-turut A, C, dan B.
Pada masalah ini jelaslah bahwa naik turunnya prestasi
pada lomba dapat diterangkan dengan perubahan ambang anaerobik. Bila bentuknya
normal ia mampu berlari secepatnya steady state dengan ambang anaerobik yang
tinggi.
Pemantauan
Ambang Anaerobik, Asam Laktat dan Denyut Nadi
Setiap macam olahraga harus diketahui bentuk latihan
spesifiknya. Pelari maraton dilatih berbeda dengan pelari sprint, Yang
terdahulu akan dilatih sehingga kapasitas daya tahan aerobiknya besar, seangkan
sprinter akan sangat hebat bila mempunyai kapasitas anaerobik yang terlatih
baik.
Beberapa prestasi olahraga, misalnya lari 400 meter
membutuhkan latihan untuk sistem laktat. Pelari 400 meter harus belajar
menanggulangi pengasaman yang kuat pada ototnya, dan rasa lelah yang
menyertainya. Dengan demikian, melatih toleransinya terhadap asam laktat.
Kapasitas daya tahan aerobik, paling baik dilatih dengan kerja daya tahan,
misalnya usaha yang berlangsung paling tidak 10 menit samapi setengah jam, yang
dikerjakan pada tingkat submaksimal yang sama. Tingkat ini bisa diungkap denga
tepat dan ditandai dengan tidak munculnya penumpukan asam laktat.
Peningkatan kapasitas anaerobik secara umum juga bisa
dilatih. Peningkatan phosphat berenergi tinggi (misal : creatine phosphat dan
ATP) dimungkinkan dengan kerja interval submaksimal, dengan intensitas 80-90
dari maksimum. Beban ini harus dipertahankan selama 20 detik diikuti dengan
antara yang cukup panjang untuk mencegah penumpukan laktat yang tinggi dalam
tubuh. Lamanya istirahat sekitar 1-3 menit tergantung tingkat kondisi atlet.
Sistem laktat harus dilatih dengan kerja submaksimal yang
lamanya 60-80 detik, dengan istirahat pemulihan yang pendek, jangan sampai
konsentrasi laktat darah sangat turun. Hal ini berarti istirahat pemulihan
kira-kira 30 detik sampai beberapa menit, tergantung pada tingkat kondisinya.
Latihan sistem asam laktat, bila perlu paling baik dilakukan dalam bentuk
perlombaan, dan harus dimengerti bahwa 2 perlombaan intensif dengan interval 1
minggu, mungkin terlalu banyak.
Beban berat harus diikuti dengan kerja ringan yang
disebut lari pemulihan. Di atas telah disebutkan bahwa konsentrasi laktat dalam
darah harus dipertimbangkan.
Konsentrasi dapat diukur dan dinyatakan dalam satuan
milimol perliter (mM/l). Orang sehat saat istirahat, secara kasar mempunyai
nilai antara 2 mM/l. Telah dikatakan sebelumnya, bahw kerja pada tingkat yang
tinggi menyebabkan peningkatan konsentrasi laktat. Harus diketahui bahwa hal
ini merupakan penghambat.
Peningkatan kecil (6-8 mM/l) dapat menurunkan koordinasi.
Hal ini menyebabkan sulitnya pemeliharaan prestasi sepakbola, soccer atau judo.
Kejelekannya adalah bahwa kembalinya nilai laktat yang tinggi secara teratur,
akan mengurangi kapasitas daya tahan aerobik.
Khusus untuk alasan ini, atlet harus berhati-hati dengan
sejumlah beban intensive yang mereka terapkan sendiri pada periode tertentu.
Intensitas beban yang digunakan dalam berbagai metode training, dapat terlihat
dengan tepat pada kurve beban laktat (lihat grafik).
Grafik tersebut menunjukkan hubungan antara kandungan
laktat dalam darah, dan intensitas beban yang digunakan pada periode waktu
tertentu. Untuk lebih diketahui, beban di sini dinyatakan dalam bentuk
kecepatan, misal iramna lari.
Kurve beban laktat mungkin dapat digunakan menyuruh atlet
lari pada route tertentu, kemudian diambil nilai laktat darahnya setiap habis
lari. Setiap lap harus lari dengan irama yang konstan, dan setiap lap harus
lari sedikit lebih cepat dibanding sebelumnya. Panjangnya route harus
sedemikian rupa sehingga bisa dilakukan paling tidak 5 menit.
Pada atlet yang terlatih, kecepatan rendah disertai
dengan nilai asam yang rendah pula. Kebutuhan energi dapat dipenuhi seluruhnya
secara aerobik.
Apabila beban meningkat, kurve mulai naik, otot yang
bekerja mulai memproduksi laktat, tetapi jumlahnya kecil sehingga bisa
dinetralisir desluruh tubuh.
Inilah yang dikatakan kasus dengan konsentrasi laktat
antara 2 dan 4. Wilayah ini disebut juga batas aerobik-anaerobik. Ada irama
tertentu yang dapat dipertahankan untuk periode waktu yang panjang tanpa
penumpukan laktat dalam tubuh. Apabila irama ini dilampaui, akan terjadi
pengasaman, yang tergantung pada tingkat maupun lamanya pelampauan, dan akan tiba
waktunya atlet dipaksa berhenti.
Kandungan laktat dapat diukur pada batas irama yang
dikenal ambang anaerobik. Untuk alasan praktis, kesepakatan dalam hal ini,
menganggap nilai laktat 4 mM/l.
Dengan demikian, intensitas training harus sring
disesuaikan sampel darah yang baru, harus di ambil. Tidak semua orang sanggup
menjalani metode ini tanap batas.
Tetapi ada kemungkinan lain untuk memberi informasi yang
sama atau paling tidak yang penting.
Jansen (8) membuat grafik dari berbagai bentuk training
dalam hubungannya dengan konsentrasi laktat dan denyut nadi.
Sebagai nilai yang agak mendekati ambang. Dengan demikian
prestasi di atas batas irama, menyebabkan peningkatan laktat dalam tubuh.
Grafik ini harus digambarkan untuk setiap atlet secara individual, dan mungkin
bisa digunakan untuk petunjuk latihan.
Telah diketahui bahwa stamina paling baik dilatih dengan
latihan daya tahan pada tingkat sekitar ambang anaerobik, misalnya irama
latihan yang berhubungan dengan nilai laktat 2, 3, 4, dan 5 mM/l, yang dapat dibaca
dari hasil tes atlet. Atlet yang terlatih sangat baik pada kapasitas daya
tahannya, nilai laktatnya akan rendah, kebanyakan antara 2 dan 3 mM. Orang yang
kurang terlatih, meningkat kapasitas daya tahan dengan lebih tinggi, sekitar 3,
4, dan 5 mM laktat.
Pemulihan berjalan tidak intensif, samapi kandungan
laktat lebih rendah dari 2 mM. Interval kerja yang intensif, memberi nilai
laktat yang tinggi, jauh di atas 4 mM laktat. Hal ini diterapkan pada banyak
metode training. Dengan pengaruh training, situasi kurve akan berubah, yaitu
terjadi pergeseran ke kanan.
BAB IX
PENGGGUNAAN OKSIGEN DALAM OLAHRAGA
Pertukaran udara adalah komponen penting dari proses
pengangkutan oksigen, sebab oksigen darah terjadi pada saat sel darah merah
beredar melalui kapiler di paru. Pertukaran oksigen antara udara di paru dan
sel darah merah tergantung dari diffusi yang terus-menerus lewat selaput
pernafasan.
Pertukaran semacam ini baru dapat terjadi selama
konsentrasi oksigen di udara paru lebih tinggi dari pada di dalam darah kapiler
paru.
Lebih jauh proses diffusi yang sessungguhnya adalah ke
dalam Hb darah, sebab dengan perantara Hb akhirnya oksigen dapat beredar dan
dikirim di seluruh sel tubuh.
Umumnya kadar Hb darah untuk putera mencapai sekitar
12-15 ml per 100 cc darah, sedang wanita berkisar 11-13 gr/100 cc darah.
Darah yang keluar dari paru tekanan O2 nya
mencapai 100 mmHg, dari kurve ini terlihat bahwa dalam keadaan itu tercapai
kejenuhan 97, sedang dalam darah vena dengan tekanan O2 nya 40 mmHg,
dijumpai kejenuhan 70%.
Darah orang normal yang mengandung kira-kira 15 gram per
100 ml darah, dan setiap gram dapat berikatan dengan 1,54 ml O2,
karena itu jumlah Hb dalam setiap 100 ml darah dapat mengikat 12 x 1,34 = 20 ml
O2 pada kejenuhan 100%. Jumlah ini sering disebut 20 volume persen.
Jumlah total, oksigen yang diikat oleh Hb dalam arteri
yang normal besarnya 19,4 ml, karena kejenuhannya biasanya hanya 97%. Tetapi
ketika melewati kapiler jaringan, jaringan ini berkurang menjadi 14,4 ml. Hal
ini disebabkan tekanan O2 40 mmHg dan sakurasinya tinggal 75%. Jadi
terdapat kehilangan O2 sebanyak 5 ml setiap 100 ml darah yang
memasuki jaringan dalam keadaan normal.
Pengangkutan
Karbondioksida
Karbondioksida (CO2) dihasilkan oleh
mitochondria sel akibat metabolisme aerobik. CO2 dibersihkan dari tubuh
dengan melalui pertukaran udara di paru. Jadi CO2 harus diangkut
dari sel-sel jaringan ke paru untuk dibersihkan.
Seperti halnya oksigen, CO2 di angkut dengan
melalui sistem aliran darah. Seperti diperlihatkan dalam pada gambar (di
bawah), CO2 masuk ke dalam darah melalui diffusi. Setelah berada
dalam darah , CO2 bercampur melalui plasma darah dan masuk ke dalam
sel darah merah.
Ketika CO2 memasuki sel darah, CO2
dengan cepat mengalami serangkaian reaksi kimia yang akhirnya menghasilkan
partikel biliarbonat. Jadi CO2 di bawa oleh darah dalam bentuk
ion-ion karbonat. Selanjutnya oleh aliran darah vena ion karbonat tadi dibawa ke jantung dan
diteruskan ke paru. Dalam kapiler paru terjadi reaksi kimia yang mengakibatkan
bikarbonat berubah menjadi CO2 kembali. Gas CO2 kemudian
berdiffusi dari darah ke kantung-kantung alveoli dan berikutnya dihembuskan
keluar melalui udara ekspirasi.
Konsep
Pengggunaan Oksigen dalam Olahraga
Dalam kegiatan olahraga otot bekerja dalam berbagai pola
kontraksi. Dan dalam bekerja otot memerlukan penyediaan ATP yang memadahi. Bila
ATP yang dapat disediakan seimbang dengan ATP yang diperlukan oleh tubuh, maka
tidak akan terjadi perubahan metbolisme yang signifikan. Pada umumnya pada saat
berolahraga kebutuhan akan ATP akan mengalami peningkatan. Makin berat olahraga
yang dilakukan makin tinggi lonjakan kebutuhan ATP. Meski terjadi lonjakan
kebutuhan ATP, tubuh akan selalu berupaya untuk menututp kebutuhan tersebut.
Telah dibicarakan di muka (lihat sistem energi) kebutuhan ATP sangat tergantung
tersedia atau tidak banyak tersedia Oksigen di sel otot. Untuk itu pada bab ini
kita akan membahas penggunaan oksigen dalam kegiatan olahraga.
Pada saat dimulainya latihan olahraga, laju pemakaian
oksigen telah menunjukkan peningkatan yang berarti, saat melaksanakan warming
up umpamanya. Tetapi setelah dua atau tiga menit manakala latihan itu tidak
menunjukkan peningkatan intensitasnya, toleransi tubuh terhadap peningkatan
kebutuhan oksigen masih dapat diatasi. Tetapi bila intensitas olarahag
ditingkatkan lagi, maka untuk mencapai tingkat yang dituntut oleh kerja berat
atau cukup berat, metabolisme aerobik tidak dapat lagi bisa mencukupi seluruh
kebutuhan energi tubuh. Dalam keadaan ini akumulasi kebutuhan akan oksigen yang
oleh tubuh akan digunakan untuk membentuk ATP akan makin memuncak. Inilah
keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan oksigen (hutang oksigen).
Akibat tubuh tidak lagi mengatasi kebutuhan energi
melalui metabolisme aerobik, maka tubuh mulai menggunkan metabolisme anaerobik.
Peralihan dimulainya penggunaan metabolisme anaerobik dari metabolisme aerobik
dikenal sebagai anaerobic tresshold, yakni suatu ambang atau batas
dimulainya penggunaan ATP dari proses anaerobik.
Setiap orang, letak ambang ini berbeda, bagi mereka yang
terlatih, ambang ini baru akan dicapai dalam waktu relatif panjang. Sebab dalam
tubuhnya secara longgar mempunyai toleransi terhadap kekurangan oksigen. Namun
bagi mereka yang tidak terlatih, besarnya toleransi atas kekurangan oksigen,
tidak besar. Akibatnya anaerobik treshold akan segera terjadi seiring dengan
awal-awal kekurangan oksigen.
Kegiatan olaraga dengan intensitas yang lebih tinggi,
kekurangan oksigen dan dukungan sistem aerobik menjadi semakin besar.
Intensitas yang tinggi tersebut tentu saja tidak dapat dipertahankan dalam
waktu lama,sebab efek dari kerja otot yang berat atau penggunaan sistem
anaerobik akan menimbun hasil sisa pembakaran yang berupa asam laktat. Meski
asam laktat selalu dapat didaur ulang untuk dibentuk menjadi ATP, namun
kecepatan daur ulang asam laktat, terbatas. Artinya, seringkali hasil ATP dari
hasil daur ulang tidak sepadan dengan jumlah terbentuknya kembali asam laktat.
Bila tumpukan asam laktat dijaringan maupun di darah melebihi batas tertentu,
maka otot tidak akan mampu lagi untuk berkontraksi, otot dinyatakan lelah.
Sejumlah faktor yang menjadi penyebab kekurangan oksigen
dalam sel otot adalah :
- Sejumlah
energi ini digunakan untuk memperbaiki pengiriman ATP dan
phosphocreatine ke sel otot.
- Sejumlah
energi harus dikerluarkan untuk membersihkan darah dan jaringan dari
asam laktat.
- Sejumlah
oksigen digunakan untuk mengganti kandungan oksigen (Oxygen restore)
dalam tubuh yang berkurang akibat latihan.
- Sejumlah
energi juga dipakai untuk stabilitas suhu tubuh termasuk memacu kerja
jantung, paru dan pengaktifan hormon.
BAB X
KARDIO VASKULER
DAN VOLUME JANTUNG
DALAM LATIHAN
Jantung dan Peredaran
Darah Latihan
Jantung adalah organ berongga empat dan berotot yang
berfungsi memompa darah lewat sistem pembuluh darah. Jantung menggerakkan darah
dengan kontraksi yang kuat dan teratur dari serabut otot yang membentuk dinding
rongga-rongganya.
Arah Aliran
Darah Hasil Pompa Jantung
Pola kontraksi jantung sedemikian rupa, mula-mula kedua
atrium berkontraksi serentak dan 1/10 detik kemudian adalah kedua ventrikel.
Ditinjau dari sudut olahraga, rongga jantung yang
terpenting adalah ventrikel kiri. Rongga ini memompa darah keseluruh organ dan
jaringan tubuh, termasuk otot. Volume darah yang dipompa oleh ventrikel kiri
setiap kali disebut stroke volume yang besarnya antara 70 s/d 120 ml.
Sedangkan irama kontraksi atau frekuensi jantung (Heart rate = HR) dalam
keadaan istirahat sekitar 50 s/d 70 kali per menit. Dengan demikian dapat
dihitung dengan rumus SV x f, jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap
menitnya. Dalam keadaan berolahraga SV, f dapat meningkat dalam batas-batas
tertentu sehingga keluaran darah oleh jantung bertambah selama secara
sigifikan.
Pada orang yang tak terlatih stroke volume dapat
meningkat 2 kali lipat dari keadaan istirahat, sementara frekuensinya dapat
meningkat kurang lebih 3 kali lipat. Peningkatan-peningkatan yang lebih besar
terjadi pada orang-orang yang terlatih. Pada orang yang terlatih keluaran
jantung per menit (Cardiac Output = CO) dapat mencapai 6 kali lipat dari
keadaan istirahat. Peningkatan yang lebih besar ini tentu akan berpengaruh
terhadap pengiriman bahan-bahan metabolisme ke sel otot.
Volume Jantung
dalam Latihan
Stroke Volume
(S.V)
- Dalam
keadaan istirahat dengan posisi berdiri didapatkan perbedaan stroke volume
sebagai berikut :
Laki-laki tak terlatih 70 - 90 ml/beat
Perempuan tak terlatih 50 - 70 ml/beat
Laki-laki terlatih 100 - 120 ml/beat
Perempuan terlatih 70 – 90 ml/beat
- Selama
exercise, stroke volume mengalami perubahan sebagai berikut :
Dari istirahat ke moderate work stroke volume meningkat
secara progresif
Dari moderate work ke maksimal work stroke volume tidak
meningkat
Dalam kebanyakan kasus, pada submaksimal workload, stroke
volumesudah mencapai harga maksimalnya, walaupun VO2 max belum
tercapai. Ini semua terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan baik terlatih
maupun tidak terlatih.
- Harga
maksimal dari stroke volume juga berbeda, sebagai berikut :
Laki-laki tak terlatih 100 – 120 ml/beat
Perempuan tak terlatih 80 – 100 ml/beat
Laki-laki terlatih 150 – 170 ml/beat
Perempuan terlatih 00 – 120 ml/beat
Pada highly trained male endurance athlets dapat mencapai
bahakan melebihi 200 ml.menit
Heart Rate
(H.R)
- Heart rate
meningkat secara linear terhadap peningkatan beban kerja (workload) atau
VO2 baik pada mereka yang tak terlatih maupun yang terlatih.
Pada beberapa kasus, peningkatan heart rate berkurang menjelang
tercapainya nilai maksimal dari heart rate tersebut.
- Perlu
diingat bahwa stroke volume pada umumnya telah mencapai harga maksimal
pada submaksimal workload, sehingga peningkatan selanjutnya dari cardiac
output hanya dimungkinkan oleh peningkatan heart rate.
- Penyebab
peningkatan heart rate pada saat exercise rate pada saat exercise adalah
sistem syaraf maupun sistem hormonal sebagaimana yang berperan di dalam
paningkatan stroke volume.
- Latihan
mempunyaiefek yang sangat jelas terhadap heart rate yang nampak dalam data
di bawah ini:
- Laki-laki/perempuan
tak terlatih heart raterest 90 detak/menit
- Laki-laki/perempuan
yang sangat terlatih heart raterest dibawah 40 detak/menit
Latihan yang menurunkan maximal heart rate (misalnya : dari
200 detak/menit menjadi 185 – 190 detak /menit). Tetapi di sini dipengaruhi
kapasitas kerja serta VO2 max yang juga meningkat akibat dari
latihan.
Jadi pada atlet yang terlatih, akan didapatkan efisiensi
yang lbih tinggi, karena di samping mempunyai stroke volume yang tinggi juga
mempunyai heart rate yang rendah.
Cardiac Output-Stroke volume-heart rate
- Dalam
keadaan istirahat, perbedaan Cardiac output anatar orang tidak terlatih
dengan orang terlatih hanya berbeda tipis. Cardiac Output rata-rata berkisar
5-6 liter per menit.
- Selama
latihan, cardiac output akan meningkat. Peningkatan ini mempunyai hubungan
yang erat dengan VO2 yang berarti berhubungan dengan beban
kerja (Work load).
- Selama
latihan dengan VO2 yang sama, cardiac output orang tak terlatih
sedikit lebih besar atau sama dengan orang terlatih.
- Pada
laki-laki terlatih, cardiac output maksimal dapat mencapai 30 liter per
menit (5-6 kali resting value). Bahkan pada atlet yang sangat terlatih
(memiliki endurance yang hebat, mempunyai aerobik capacity yang tinggi),
cardiac output maksimal dapat mendekati 40 liter per menit. Sedangkan
laki-laki yang tidak terlatih (yang kapasitas kerja dan kapasitas
endurancenya rendah), cardiac output maksimalnya hanya 20-25 liter per
menit.
Pada wanita
juga terjadi hal yang serupa, tetapi ada beberapa perbedaan sebagai berikut :
- Pada saat
kerja dengan tingkat kebutuhan oksigen yang sama, wanita cenderung
mempunyai cardiac output lebih besar sedikit dibanding laki-laki.
Perbedaan berkisar antara 1,5-1,75 liter per menit. Hal ini diduga karena
HB wanita lebih rendah dari laki-laki sehingga oxygen carrying of blood
nya lebih rendah dibanding laki-laki.
- Cardiac
output maksimal wanita tak terlatih lebih rendah dari laki-laki tak
terlatih. Cardiac output maximal wanita terlatih juga lebih rendah dari
laki-laki terlatih.
Meningkatnya Cardiac Output selama latihan terjadi akibat
:
- Peningkatan
stroke Volume (S.V)
- Peningkatan
Heart rate (H.R)
Penyebaran Alran darah ke Berbagai
Organ Tubuh pada waktu Istirahat dan Selama latihan dalam mililiter dan
persentase dari Total Aliran darah
Keadaan
|
Otak
|
jantung
|
otot
|
kulit
|
ginjal
|
Alat pencernaan
|
Organ lain
|
total
|
Istirahat
|
750
(13%)
|
250
(4%)
|
1200
(21%)
|
500
(8,5%)
|
1100
(19%)
|
1400
(24%)
|
600
(10,5%)
|
5800
(100%)
|
Latihan ringan
|
750
(8%)
|
350
(3,5%)
|
4500
(47%)
|
1500
(16%)
|
900
(9,5%)
|
1100
(11,5%)
|
400
(0,5%)
|
9500
(100%)
|
Latihan Berat
|
750
(4%)
|
750
(4%)
|
12500
(72%)
|
1900
(11%)
|
600
(3,5%)
|
600
(3,5%)
|
400
(2%)
|
17500
(!00%)
|
Latihan maksimal
|
750
(3%)
|
1000
(4%)
|
12000
(88%)
|
600
(2,5%)
|
250 (1%)
|
300
(>1%)
|
100
(<1%)
|
25000
(100%)
|
(Sumber , Fox, E.L., dkk., 1989)
BAB XI
STRUKTUR PRESTASI OLAHRAGA
Prestasi
tinggi itu mempunyai struktur tertentu. Struktur Prestasi Tinggi terdiri dari
faktor-faktor prestasi.
Struktur
Prestasi dan Faktor-Faktor Prestasi :
Gbr. 1. Struktur Prestasi Menurut Schroeter dan
Baversfeld
FAKTOR – FAKTOR PRESTASI
1. FAKTOR
EXTERNAL / DILUAR DIRI ATLET
a. Keadaan
Sarana Prasarana Olahraga dan Keadaan Peralatan Olahraga
1). Keadaan
Sarana Prasarana Olahraga
- Mau meningkatkan prestasi lompat
tinggi / lompat tinggi galah ? Harus punya Landing Pit dari busa ( mutlak ! ).
- Mau meningkatkan prestasi Judo ?
Harus punya Tatami / Matras Judo, dll.
2). Keadaan Peralatan Olahraga
- Mau lompat galah yang lebih tinggi ?
Harus punya galah Fibres Glass.
- Mau berprestsai di lomba Sepeda
Gunung ?
Harus punya “Mountain Bike”
b. System Kompetisi
Adanya kompetisi yang systematis dan
berkesinambungan
1). Pemasalan à didapat bibit-bibit atlet potensial
2). Pembibitan à pembinaan atlet-atlet potensial
3). Pembinaan à pertandingan untuk berbagai kelompok umur
à pertandingan untuk berbagai kelompok prestasi
- pertandingan nasional
- pertandingan internasional
- pertandingan dengan dukungan sponsor untuk berbagai
cabang olahraga
- system rekruitmen wasit dan petugas pertandingan
2. FAKTOR
INTERNAL / DIDALAM DIRI ATLET
2.1. Faktor
Psychologi Atlet.
2.2. Keadaan
Konstitusi Tubuh Atlet.
2.3. Keadaan
Kemampuan Fisik Atlet.
2.4. Keadaan
Kemampuan Keterampilan Teknik Atlet.
2.5. Keadaan
Kemampuan Pemahaman Taktik Strategi Atlet.
2.1. FAKTOR
PSYCHOLOGI ATLET.
Yang paling
utama harus diusahakan adalah :
2.1.1. Rasa
aman terhadap masa depan
Atlet harus dijamin bahwa bila ia
melibatkan diri secara total dalam berprestasi, dia dijamin masa depannya
berupa :
- Kemudahan mendapatkan pendidikan.
- Kemudahan mendapatkan pekerjaan.
- Dijamin dengan berbagai asuransi.
- Rewards and Punishments.
- Uang saku yang cukup dan jadi kebanggaan pemasukan
bagi keluarga dan dirinya.
- Gizi yang memadai.
- Apresiasi masyrakat terhadap atlet dan cabang
olahraga.
Kalau rasa aman terhadap masa depan ini
dijamin baik, maka lebih mudah untuk menegakkan dan meningkatkan :
2.1.2. Disiplin dalam hidup atlet dan
berlatih
Sesuai dengan prinsip latihan : ”lebih
baik berlatih 6 menit setiap hari; 6 hari dalam 1 minggu dari pada 36 menit
sekali dalam seminggu”.
2.1.3. Motivasi yang besar dalam
berlatih.
Atlet pergi berlatih bukan sekedar
kehadiran fisiknya untuk mengikuti latihan.
Atlet harus mengerti mengapa ia harus melakukan
latihan. Dia harus menyadari mengapa latihan harus berlangsung seperti yang
direncanakan pelatih. Mengapa ia harus mengatasi berbagai tekanan latihan
dengan motivasi yang kuat, karena mengetahui, menyadari manfaat latihan untuk
dirinya dan untuk meningkatkan prestasinya.
2.1.4. Dengan disiplin yang tinggi,
motivasi latihan yang kuat dan dilatih oleh pelatih yang handal, yang menyusun
rencana dan program latihan serta pertandingan yang disusun sesuai perkembangan
kesiapan psychis, teknis, pemahaman dan pelaksanaan taktik/strategi
pertandingan, akan dibentuk percaya diri yang kuat dan kematangan juara yang
variatif.
2.1.5. Dan berlatih dengan displin
tinggi, motivasi kuat, rasa percaya diri yang tinggi diharapkan efek yang lebih
besar seperti :
Rasa berbangsa yang lebih berat
mengikat
- Rasa bernegara yang lebih mengedepankan kerelaan
berkorban demi negara dan
- Memiliki kebanggaan nasional, bangsa sebagai warga
negara Indonesia.
- KEADAAN KONSTITUSI TUBUH ATLET
Juara hanya satu orang sang juara mempunyai kelebihan
dari atlet lainnya.
Kelebihan sang juara bisa : faktor psychologisnya,
bisa juga :
faktor konstitusi tubuhnya
Faktor
konstitusi tubuh antara lain : adalah Anthropometris
Kelebihan
Anthropometris :
2.2.1. Ada cabang yang dibutuhkan sosok
atlet yang tinggi minimal 180 cm untuk putera dan cepat : bola voli dan bola
basket.
2.2.2. Ada cabang olahraga dengan event
yang membutuhkan sosok atlet yang tinggi dan besar serta cepat : tolak peluru
putera/puteri, atlet tolak peluru putera harus punya tinggi diatas 200 cm,
berat badan di atas 100 kg dan cepat.
2.2.3. Event loncat tinggi di Atletik
harus mempunyai 2 (dua) H fisik dan 1(satu) H teknik, sehingga pelompat tinggi
harus punya tiga H.
- H1 adalah tungkai yang pantang.
- H2 adalah tungkai yang kuat yang
menghasilkan lompatan vertikal yang tinggi H2 > 100 cm.
- H3 adalah efisisensi di atas mistar,
makin dekat jarak titik berat badan (dalam posisi ”tidur” di atas mistar)
dengan mistar, makin efisien atlet tersebut dengan teknik lompatannya.
2.2.4. Kenyataan di nomor lari jarak
menengah dan jauh di empat dekade ini, nomor-nomor ini dikuasai altet-atlet
Ethiopia dan Kenya.
Apakah kelebihan Anthropometrs mereka ?
Pada umumnya ”Treshold” an aerobik kita
adalah pada frekwensi dan jantung 170 x/menit = intensitas 85 % dari frekwensi
jantung maksimal (200 x/menit).
Atlet Kenya dan Ethiopia mampu berlari
dengan frekwensi jantung 206 x / menit dengan proses penyediaan energi aerobik.
2.2.5. Sprinter adalah mereka yang bisa
membuat minimal 44 langkah per detik.
Alasannya sangat logis : 100 meter
sprint saat ini ditempuh dalam 44 sampai 52 langkah. Catatan waktu untuk 100
meter sprint berkisar sekitar 10 detik. Jadi sprinter dalam tiap detik harus
mampu membuat 1/10x44 langkah = 4,4 langkah per detik.
Ini lalu dikaitkan dengan sifat serabut
otot cepat yang berwarna putih.
BAB XII
KEADAAN
KEBUTUHAN FISIK
Kalau kita bicara tentang kemampuan
fisik, maka kita harus mengenal empat kemampuan dasar gerak manusia :
- Kekuatan
- Daya Tahan
- Kelentukan
- Kecepatan, dan kemampuan gerak
lainnya yang merupakan gabungan dari kemampuan dasar tadi seperti :
- Kekuatan yang cepat ( gabungan antara
kekuatan dan kecepatan )
- Stamina ( gabungan antara daya
tahan dan kecepatan )
- Daya Tahan Kekuatan ( gabungan atara
kekuatan dan daya tahan )
4 (empat) Kemampuan Dasar Gerak dan
Gabungan Kemampuan Dasar tersebut :
DAYA TAHAN
Harre; Banersfeld dan Schroeter,
Letzelter, Yansen serta Simmermann mendefinisikan Daya Tahan sebagai :
à Kemampuan melawan kelelahan; Letzelter menambahkan, Daya Tahan adalah
kemampuan melawan kelelahan, yang terlihat dengan kemampuan melakukan repetisi
jumlah yang banyak disertai pemulihan yang cepat.
Karena penegertian Daya Tahan seperti
di atas maka Daya Tahan digolongkna sebagai faktor fisik yang menentukan
prestasi tujuan latihan Daya Tahan adalah :
à Menekan denyut nadi istirahat serendah mungkin dan
à Mendorong denyut nadi kerja maksimal setinggi mungkin.
Tujuan latihan Daya Tahan bukan sampai
disitu saja, selanjutnya latihan Daya Tahan bertujuan menggeser defleksi
aerobik – anaerobik selambat mungkin. Intinya kalau dapat kerja aerbok masih
berlangsung walau relevansi jantung sudah mencapai > lari 180x/menit.
Latihan Daya Tahan harus diberikan
melalui periode yang cukup panjang.
Perbedaan apa yang terjadi pada mereka
yang melakukan latihan Daya Tahan selama periode tertentu dan yang tidak
terlatih Daya Tahannya :
Gbr. 1 Perbedaan Sumber Energi antara
yang tidak terlatih dan terlatih pada kerja dengan Kemampuan Maksimal.
Gbr. 2 Frekwensi Jantung – Asam Laktat
dan Kuwe
Gbr. 3 Peningkaan VO2 Max karena
Pengaruh Latihan
TENTANG VO2
MAX
VO2 Max = Jumlah O2 yang diproses
tubuh pada kerja maksimal.
Satuan VO2 Max = liter O2/menit
Pada kerja maksimal sumber energi
adalah aerobe dan anaerobe. Kapasitas anaerobe sangat terbatas. Kerja pada VO2
Max hanya bisa dipertahankan beberapa menit saja. Untuk mempertahankan kerja
dalam waktu lama, kerja tersebut harus dilakukan dibawah % VO2 Max. Simmermann
memberikan angka-angka berikut :
à Kerja dengan VO2 Max bisa dipertahankan sampai 10 menit
à Kerja dengan prosentase 95 % dari VO2 Max dapat dipertahankan sampai 30
menit.
à Kerja dengan intensitas 90% dari VO2 Max dapat dipertahankan sampai 60
menit.
MELATIH DAYA
TAHAN ANAEROBIK
Kita mengenal berbagai latihan Daya
Tahan Anaerobik, antara lain : Latihan Daya Tahan Aerobik yang :
- Alaktasit ( Aanaerobic Alactacid
Training )
- Laktasit ( Anaerobic Lactacid
Training ).
- Toleransit terhadap Laktat (
Anaerobic Lactacid Tolerance Training ).
Latihan Daya Tahan Anaerobik
Laktasit dapat kita uraikan sebagia berikut :
Lamanya
Latihan |
Klasifikasi
|
Penyediaan
Energi oleh
|
Catatan
|
1-4 detik
|
Anaerobik Alaktasit
|
ATP
|
Pembentukan asam laktat dalam jumlah yang banyak
|
4-20 detik
|
Anaerobik Alaktasit
|
ATP + PC
|
|
20-45 detik
|
Anaerobik Alaktasit
|
ATP, PC
|
|
+ Anaerobik Laktasit
|
Glukogen Otot
|
Latihan Daya Tahan Anaerobik Laktasit
dapat di uraikan sebagai berikut :
Lamanya
Latihan |
Klasifikasi
|
Penyediaan
Energi oleh
|
Catatan
|
20-45 detik
|
Anaerobik
Alaktasit +
Anaerobik Laktasit
|
ATP, PC
Glukogen Otot
|
Pembentukan asam laktat dalam jumlah yang banyak
|
40-120 detik
|
Anaerobe Laktasit
|
Glukogen Otot
|
Makin panjang lamanya latihan, pembentukan asam laktat
makin berkurang
|
120-240 detik
|
Aerobe +
Anaerobe Laktasit |
Glukogen Otot
|
Makin panjang lamanya latihan, pembentukan asam laktat
makin berkurang
|
Latihan Daya Than Anaerobik untuk dapat
bertoleransi terhadap laktat :
Lamanya
Latihan |
Klasifikasi
|
Penyediaan
Energi oleh
|
Catatan
|
20-45 detik
|
Anaerobe
Alaktasit +
Anaerobe Laktasit
|
ATP, PC
Glukogen Otot
|
Pembentukan asam laktat dalam jumlah yang banyak
|
45-120 detik
|
Anaerobe Laktasit
|
Glukogen Otot
|
Makin panjang lamanya latihan, pembentukan asam laktat
makin berkurang
|
Metode-metode
latihan Daya Tahan Aerobic.
1. Lari/kerja yang berlangsung lama :
a. dengan tempo yang tetap
|
Point
to point atau Loupe
|
b. dengan
tempat yang berubah-ubah
|
2. Lari lintas alam ( cross country run ) Ã Point to
Point atau Loupe
3. Fourtek à bermain-main kecepatan : Point to
Point atau Loupe
4. Latihan Daya Tahan dengan metode
Interval.
Kita mengenal 3 metode latihan
interval.
- Metode latihan Interval yang Ekstensif
- Metode latihan Interval yang Intensif
- Metode latihan Interval yang Reptisi.
Metode Latihan Interval yang Ekstensif
- Intensitas : rendah – sedang ;
frekwensi jantung 170x/menit atau lebih rendah.
- Repetisi : banyak
- Intervalnya : singkat
- Diberikan : dalam set / serie yang
lebih banyak
Metode Latihan Interval yang Intensif
- Intensitas latihan : sedang – tinggi
; frekwensi jantung 170x/menit Ã
180-190x/menit.
- Repetisi : tidak banyak
- Intervalnya : lebih lama
- Diberikan : dalam maksimal 3 set
Metode Latihan Interval Repetisi (
Repetition Training )
- Intensitas latihan : tinggi sekali
- Repetisi : hanya beberapa kali ; 3-4
kali saja.
- Intervalnya : lama tau panjang lebih
dari 15¢
- Diberikan : dalam 1 (satu) set saja.
BAB XIII
PRINSIP DASAR PROGRAM LATIHAN
Konsep utama yang akan dipelajari
dalam bab ini adalah prinsip dasar dalam tiap program latihan yang bertujuan:
- untuk mengetahui system energy
utama yang dipakai dalam latihan/pertandingan(predominan energy system),
dan
- Dengan menggunakan prinsip
overload, untuk merancang suatu program latihan yang dapat meningkatkan
system energy tertentu yang dipakai dalam cabang olahraga
berlatih/bertanding sehingga akan menjadi lebih baik dari cabang olahraga
lain.
Sistem
energy utama dalam tiap aktivitas dapat diketahui berdasarkan lama waktunya.
Prinsip overload yang diterapkan dalam program latihan aerobic (endurance) dan
anaerobic (sprint) mengharuskan untuk berlatih pada intensitas mendekati
maksimal.
Intensitas
latihan dapat dilihat dari respon heart rate terhadap latihan ataupun juga dari
anaerobic threshold. Selain itu juga dari frekuensi dan durasi latihan.
Atlet
sebaiknya terus berlatih sepanjang tahun, tetapi membaginya menjadi beberapa
fase yaitu program latihan off season, preseason, dan in season.
Pemanasan
dan pendinginan sangatlah penting dan harus dilakukan atlet sebelum dan sesudah
latihan agar keamanan dan efektifitas program latihan mencapai maksimal.
Program
latihan yang ada diharapkan dapat meningkatkan kemampuan aerobic dan anaerobic
ataupun ketiga system energy yang ada.
Tujuan
dari bab ini yaitu menjelaskan prinsip dasar program latihan yang akan berguna
untuk menciptakan program latihan yang efektif. Dalam hal ini, prinsipnya
adalah memberikan prioritas pada peningkatan kekuatan otot, endurance, dan
fleksibilitas.
Di
sini akan dibahas hubungan antara aspek prioritas yang ingin ditingkatkan dan
sumber energy utama yang dipakai. Tujuannya adalah agar dapat menentukan cara
conditioning yang paling efektif. Cara-cara ini terkadang dapat juga dilakukan
dengan program latihan sprint dan endurance yang dapat meningkatkan kapasitas
anaerobic (sprint) dan juga aerobic (endurance).
Pertama akan dibahas beberapa
definisi umum yang ada dalam semua program latihan. Setelah itu, akan menuju ke
cara/jenis latihan secara detail, tiap-tiap dari jenis latihan tadi akan
berperan khusus dalam kemajuan system energy dan performa.
Definisi
Umum
Ada 4 definisi umum yang merupakan
hal penting dalam semua program latihan: A) prinsip dasar latihan , B)
macam-macam fase latihan, C) pemanasan D) pendinginan.
- Prinsip Dasar Latihan
Latihan
untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot, harus melatih atau memakai otot
agar bekerja keras dan meningkatkan ketahanannya, yang akan berdampak
hipertropi otot yang lalu menghasilkan peningkatan kekuatan dan daya tahan
otot, yang disebabkan terjadi sejumlah adaptasi fisiologi yang meningkatkan
energy potensial dalam sel otot. Prinsip dasar dalam tiap program latihan
adalah :
(1) Untuk mengetahui system energy
utama yang dipakai dalam latihan atau pertandingan, dan
(2) Dengan menggunakan prinsip overload, untuk merancang
suatu program latihan yang dapat meningkatkan system energy tertentu yang kita
pakai dalam berlatih/bertanding sehingga akan menjadi lebih baik dari atlet
lain.
Jenis
Latihan
Semua
program latihan haruslah spesifik agar dapat meningkatkan system energy utama
(predominan energy system) yang dipakai dalam latihan/bertanding. Jenis latihan
juga penting untuk program conditioning secara umum. Namun kita biasanya lebih
tertarik untuk meningkatkan level fitness dan tidak terlalu mementingkan
peningkatan performa (prestasi). Pada sebagian besar cabang olahraga, terdapat
satu atau dua saja system energy yang dipakai dalam merancang program latihan.
Pada
orang yang ingin melakukan conditioning secara umum, ketiga system yang ada juga
bisa dipakai tetapi dengan prioritas pada system yang cocok untuk kebutuhan
orang tadi pada waktu tertentu. Contohnya, seorang yang baru sembuh dari
penyakit koroner dan kardio respiratory sebaiknya mengutamakan latihan yang
berguna untuk perbaikan system oksigennya.
Menentukan
Sistem Energi Utama (Predominan Energy System)
Jika
melatih pelari marathon maka akan terdapat 5% peningkatan yang terjadi pada
ATP-PC dan system lactic acid, dan 95% diantaranya untuk peningkatan system
oksigen. Namun, jika dilihat dari durasi latihannya, sebenarnya hal itu
berhubungan langsung dengan system energy utama apa yang dipakai. Jadi, jika
kita mungkin mencontohkan dengan cabang olahraga lain seperti renang, yang
kemudian durasi renang tersebut yaitu 4-5 menit, maka sesuai durasi waktu dalam
table tersebut dapat kita ketahui bahwa system energi utama yang dipakai adalah
20% speed, 25% oksigen, dan 55% anaerobic.
Intinya
adalah system energy utama yang dipakai bergantung pada lama waktu (durasi),
bukan pada jenis aktifitas/olahraga yang dilakukan. Baik itu aktifitas senam
calistenik, lari, berenang maupun aktifitas-aktifitas lain, system energy utama
yang dipakai adalah berdasarkan pada durasi aktifitas tersebut dilakukan.
Ada 2 poin penting yang dapat kita
ketahui berdasarkan presentase system energy yang dipakai pada cabang-cabang
olahraga
- Pengelompokkan system energy
Contoh
ATP-PC dan LA, LA-O2, dan O2. Hal ini dilakukan karena cukup susah untuk
mengetahui presentase yang tepat mengenai besarnya kontribusi system energy
dalam berbagi cabang olahraga tersebut. Satu pengecualian dalam hal ini mungkin
ada pada system aerobic atau oksigen (O2). Persentase system energy yang
dipakai meliputi kontribusi system energy anaerobic (ATP-PC dan LA), anaerobic
dan aerobic (LA-O2), dan aerobic (O2).
- Keakuratan presentase system
energy.
Presentase
tersebut hanyalah perkiraan dan tidak selalu tepat karena penelitian ilmilah
yang lebih detail tentang hal ini belumlah ada. Namun, program perlu dirancang
suatu program latihan khusus untuk meningkatkan performa (prestasi) atlet.
Prinsip
Overload : Intensitas, Frekuensi, dan Durasi
Prinsip
overload progresif berarti kita berlatih dengan ketahanan mendekati maksimal
dan secara bertahap ditingkatkan sesuai kemajuan level fitness kita dalam
melakukan program latihan. Pada olahraga angkat beban (weight training),
prinsip overload dapat diukur berdasarkan repetisi maksimal. Sedangkan pada
olahraga lain seperti lari dapat dilihat berdasarkan intensitas, frekuensi, dan
durasinya.
Menentukan
Intensitas Latihan
Intensitas
latihan menjadi faktor paling penting dari ketiga faktor yang ada dalam
penerapan prinsip overload. Contoh : karena intensitas dalam program latihan
secara langsung berhubungan dengan kemajuan tenaga aerobic maksimal (VO2).
Tingkat intensitas dapat diketahui
dari program latihan yang dijalani dengan menggunakan metode heart rate (HR).
Besarnya respon HR terhadap beban latihan dapat digunakan sebagai indicator
prinsip overload. Untuk mengetahui respon HR itu umumnya memakai alat
yang dipasang pada tubuh tepatnya di bagian system kardiorespiratory tubuh atau
dengan cara manual dengan meraba dan menghitung denyut nadi (DN).
Intensitas
Latihan Umumnya Ditentukan oleh Tingkat Heart Rate (HR)
Dengan
terus memonitor tingkat HR, secara tidak langsung dapat diukur tingkat
penggunaan oksigen dalam tubuh. Pada prinsipnya konsumsi oksigen dan tingkat HR
berhubungan secara langsung satu sama lain. Namun, pada level latihan yang
sangat rendah ataupun juga sangat tinggi, hubungan langsung tersebut tidaklah
terjadi. HR maksimum dicapai sebelum konsumsi oksigen mencapai maksimal. Dalam
presentase perbandingannya 70% HR maksimal hanya mewakili sekitar 60% kapasitas
aerobic maksimal, sementara untuk 85% HR maksimal hanya sejumlah kira-kira 80%
kapasitas aerobic maksimal. Ketika HR maksimal dicapai, tingkat konsumsi
oksigen masih dalam posisi merangkak naik. Makin tinggi respon HR maka akan
semakin tinggi pula intensitas program latihan. Oleh karena itu, dalam
merancang program latihan diusahakan untuk mencapai target heart rate (THR)
yang diinginkan agar dapat mencapai kemajuan dalam program latihan.
Ada
2 metode yang dapat dipakai dalam menentukan besarnya heart rate yaitu:
- Metode Heart Rate Reserve
Makimal (HRR)
Metode
ini dikembangkan oleh Karnoven dan terdiri atas penghitungan yang bernama heart
rate reserve (HRR). HRR merupakan selisih antara resting heart rate ( HRrest)
dan maksimal heart rate (HRmax). Contohnya, jika HRrest kita 65 kali/menit dan
HRmax sejumlah 200 kali/menit. HRR nya kemudian akan dihitung dengan mencari
selisih keduanya yaitu 200-65=135 kali/menit. THR juga dapat ditentukan dalam
presentase HRR ditambah HRrest. Jika digunakan jumlah HRR seperti contoh di
atas tadi maka THR 75% dari HRR akan menjadi:
HRR
= 200-65
=
135 kali/menit
75%
THR = (0,75X135)+65
=
101, 25+65
=
166 kali/menit
Dari hasil itu, maka kemudian dapat
disimpulkan bahwa program latihan yang intensif yang dapat dilakukan adalah
jika heart rate mencapai 166 kali/menit.
Lalu
dapatkah kalian menghitung berapa THR untuk HRR 90%? Bagaimana Caranya?
- Metode Heart Rate Maksimal
Dalam
metode ini, THR dihitung hanya berdasarkan HRmax. Contoh: 75% THR pada seorang
atlet dengan HRmax 200 kali/menit adalah sebagai berikut:
75%
THR = 0,75X200
=
150 kali/menit
Ada beberapa yang perlu diketahui
dengan melihat hubungan antara kedua metode tadi
- Perbedaan antara kedua metode
tersebut adalah berbanding terbalik, makin tinggi metode yang satu, yang
lainnya akan menurun dan begitu pula sebaliknya. Contoh : THR 186
kali/menit mewakili 90% HRR dan 93% HRmax. Di sisi lain, THR 146
kali/menit mewakili 60% HRR dan 73% HRmax.
- THR paling rendah (60% HRR dan
73% HRmax) dianggap sebagai threshold (garis batas). Artinya bahwa THR di
bawah level tadi tidak akan selalu memberi rangsangan overload yang cukup
untuk peningkatan kapasitas endurance ataupun performa kita. Pada atlet
usia anak sekolah ataupun mahasiswa (laki-laki dan perempuan), THR untuk
program latihan endurance seharusnya berada di antara 80-90% HRR atau
85-95% HRmax. Makin rendah THR seseorang biasanya terjadi pada individu
yang sudah tua dan atau individu bukan atlet.
Untuk
menggunakan metode-metode tadi dalam menentukan intensitas latihan endurance,
juga harus diketahui HRrest dan HRmax. HRrest dapat diketahui dengan cara
menghitung denyut jantung pada radial arteri (pergelangan tangan), temporal
arteri ( depan telinga), atau juga karotik arteri (leher). Metode-metode ini
dapat dilakukan dengan cukup menekan sedikit saja, khususnya pada karotik
areti. Hal ini dilakukan untuk mencegah tertutupnya arteri, menghindari reflek
menekan HR dan juga system kardiak yang tidak normal.
Kita dapat menghetahui tingkat
HRrest dengan cara menghitungnya sesaat setelah bangun tidur kemudian duduk
tegap selama beberapa menit. Hitung dan catat denyut jantung dalam satu menit
tersebut. Alternatif lain adalah dengan cara menghitung jumlah denyut selama 15
detik kemudian dikalikan 4 sehingga total sama dengan jumlah denyut dalam satu
menit. Ulangi penghitungan tadi selama 3-5 hari dan ambil rata-ratanya untuk
mengetahui HRrest kita.
Sulit
untuk menentukan HRmax secara langsung pada sesorang yang sedang berlatih
karena pada saat yang bersamaan kita juga harus menghitung heart ratenya dengan
alat elektro kardiografi. Namun demikian, untuk mengetahui HRmax seseorang baik
pada pria maupun wanita umumnya dapat dihitung berdasarkan umur seseorang
tersebut yaitu :
HRmax = 220-umur
Contohnya,
seorang yang berumur 20 tahun maka HRmak adalah 220-20=200 kali/menit. Untuk
mengetahui apakah atlet yang kita latih telah mencapai THR nya atau tidak, kita
bisa meminta mereka untuk memeriksa denyut jantungnya pada saat latihan dengan
menghitung jumlah denyut dalam 6-10 detik, kemudian kalikan sampai sejumlah
satu menit. Jika menghitung selama 6 menit maka kalikan 10, dan jika 10 dapat
dikalikan 6 untuk mengetahui jumlah denyut per menitnya.
Selain
metode HR, ada metode lain yang juga dapat dipakai untuk mengukur intensitas
program latihan endurance yang disebut konsep anaerobic threshold. Anaerobic
threshold merupakan intensitas beban atau konsumsi energy dalam proses
metabolisme anaerobic. Dengan kata lain, anaerobic threshold adalah intensitas
beban dimana lactic acid mulai terkumpul dengan cepat dalam darah dan otot.
Para peneliti baru-baru menyimpulkan bahwa intensitas latihan yang tepat atau
sedikit di atas anaerobic threshold dapat melatih endurance atlet dalam
latihan.
Ada
dua metode untuk menentukan intensitas pada anaerobic threshold, keduanya
membutuhkan alat-alat khusus laboratorium.
- Metode Minute Ventilation dan
Anaerobik Threshold
Anaerobic
threshold dapat diukur dengan mengamati minute ventilation (pernafasan
permenit) selama latihan yang progresif. Minute Ventilation akan meningkat
seiring adanya peningkatan intensitas sampai anaerobic threshold tercapai. Saat
itu, tingkat naiknya Minute Ventilation akan berlangsung dengan cepat. Minute
ventilation dan Anarobik Threshold tadi dalam menentukan intensitas endurance
para atlet lari. Para atlet berlari di mesin treadmill dengan kecepatan yang
berbeda-beda. Setalah beberapa menit, Minute Ventilation mereka diukur,
kemudian sebuah diagram dibuat dengan komponennya meliputi Minute vebtilation
dan Running Speed (kecepatan lari). Perhatikan bahwa Minute Ventilation akan
terus meningkat secara konstan pada tiga kecepatan lari pertama dan kemudian
naik lebih cepat pada kecepatan selanjutnya. Kecepatan lari yang menyebabkan
Minute Ventilation naik secara cepat merupakan tanda bahwa intensitas yang
tepat atau sedikit di atas anaerobic threshold dapat digunakan untuk mengetahui
intensitas para atlet dalam berlatih. Contoh, intensitas latihan akan menjadi
15km/jam 9,3 mil/jam atau selama 6 menit, 27 detik.
- Metode Blood Lactic Acid dan
Anaerobik Threshold
Dalam
metode ini, akan ditentukan blood lactic acid (kadar asam laktat darah) dalam
dua atau lebih latihan yang berbeda. Konsentrasi blood lactic acid sebesar 4
mmol/L adalah level dimana anaerobic threshold telah dicapai. Komponennya yaitu
konsentrasi blood lactic acid dan running speed. Running speed dimana
konsentrasi blood lactic acid mencapai 4 mmol/L merupakan intensitas yang
dianjurkan untuk atlet dalam berlatih. Intensitas latihan diharapkan akan
berbeda pada setiap pelari yang kemampuannya berbeda-beda. Prosedur yang sama
juga bisa diterapkan dalam cabang olahraga lain seperti berenang, bersepeda dll
untuk menentukan intensitas latihan, tapi tentunya dengan mengganti komponen
Ventilation atau blood lactic acid dan kecepatan renang dan atau kecepatan
bersepeda.
Perbedaan
fisiologis antara metode heart rate dan metode anaerobic threshold dalam
menentukan intensitas latihan endurance ada pada system yang dipakai. Contoh,
pada metode heart rate, intensitas latihan utamanya ditentukan oleh tinglat
stress pada system karidorespiratory. Sedangkan pada metode anaerobic
threshold, tingkat stress ada pada system metabolisme otot rangka yang
merupakan factor utama dalam menentukan intensitas latihan. pada prinsipnya,
tingkat stress pada satu system tidak pasti sama tingkatnya jika ditempatkan
pada system lain.
Kemudian
metode mana yang sebaiknya kita pakai?
Pertama, satu hal yang harus
diketahui adalah metode heart rate lebih mudah diterapkan daripada metode
anearobik threshold. Pada prakteknya, hal ini merupakan keuntungan. Kedua,
sebuah penelitian kecil baru-baru ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan tadi.
Namun hasilnya mengatakan bahwa metode anaerobic threshold pada prakteknya
melibatkan pengukuran blood lactic acid untuk menentukan intensitas latihan.
Heart rate rata-rata akan mencapai 91% dari HRmax. Sedangkan intensitas latihan
pada heart rate 80% dari HRmax, hanya terdapat sekitar 55% dari subjek
penelitian yang berlatih dengan intensitas tepat atau sedikit di atas anaerobic
threshold mereka. Oleh karena itu, untuk memastikan cukupnya kardiorespiratory
dan stress metabolic selama latihan endurance bagi kebanyakan orang, level
heart rate selama latihan sebaiknya lebih dari 85% HRmax atau 80% HRR (gambar
12-4).
Dengan
melihat data dengan komponen presentase max VO2 dibandingkan dengan (versus)
metode HRR dan metode HRmax, dapat diketahui adanya konsep stress
kardiorespiratory dan stress metaboli dan menunjukkan bagaimana hubungan antara
kedua metode heart rate tadi dengan presentase max VO2. Kita harus lebih
sensitive untuk memakai metode heart rate mana yang akan digunakan untuk
menentukan intensitas latihan. Makin kecil presentase level heart rate maka
akan semakin besar selisih antara metode HRR dan HRmax.
Dari
contoh-contoh tadi, kesemuanya merupakan program untuk latihan endurance. Lalu
bagaimana intensitas untuk program latihan anaerobik atau lari sprint? Dalam
sprint, respon heart rate tidaklah dianggap sebagai hal yang penting seperti
pada program endurance, tetapi umumnya dalam sprint heart rate mencapai seitar
180 kali/menit atau lebih. Lari sprint dilakukan dengan cepat, intensitasnya
akan berada jauh di atas anaerobic threshold. Para pelari sprint hanya berlatih
melakukannya selama 10-20 detik tapi dengan repetisi banyak.
- Menentuan Frekuensi dan Durasi
Latihan
Umumnya,
makin banyak frekuensi dan makin lama durasi program latihan makan akan semakin
besar pula manfaatnya bagi peningkatan level fitness kita. Frekuensi yang
dianjurkan untuk program latihan endurance adalah 3-5 hari dalam seminggu,
sementara untuk program latihan sprint atau anaerobic sejumlah 3 hari dalam
seminggu. Anjuran tadi akan sesuai jika dilakukan dalam berbagai cabang
olahraga kecuali lari trek dan berenang yang sebaiknya dilakukan 5 hari dalam
seminggu untuk para sprinter dan 6-7 hari per minggu untuk para atlet
endurance. Berlatih sekali dalam sehari hal itu akan lebih baik dari pada
berlatih 2-3 kali dalam sehari karena makin banyak frekuensi latihan dalam
sehari tidak akan menghasilkan kemajuan berarti bagi kita, bahkan justru akan
malah menimbulkan tingkat kelelahan yang berlebih pada tubuh kita.
Rangkuman
dan petunjuk tentang factor-faktor dalam prinsip overload pada latihan aerobic
(endurance) dan latihan anaerobic (sprint) intinya bahwa dari ketiga factor
tersebut –intensitas, frekuensi, dan durasi maka intensitaslah yang menjadi
factor paling penting di antara ketiganya dalam penerapan prinsip overload,
khususnya untuk program latihan aerobic (endurance).
- Fase Latihan
Umumnya para atlet membagi fase-fase
latihan mereka menjadi 3 bagian yaitu:
- Off –season training
Program latihan pada masa off-season
biasanya tidak terlalu spesifik, sebatas agar atlet tetap aktif dan menjaga
agar berat badan tetap normal dan stabil. Pada fase ini, dianjurkan untuk
berlatih dengan program latihan berikut ini:
- Program ankat beban 3 kali
seminggu, tujuannya untuk meningkatkan kekuatan, dyay tahan otot, dan
utamanya pada kelompok otot yang dipakai dalam cabang olahraga yang
digeluti.
- Program lari intensitas rendah
selama 8 minggu (tidak wajib), dilakukan tidak lebih dari 2 kali dalam
seminggu. Program ini juga bias digabungkan dengan program angkat beban di
hari yang sama. Misalkan angkat beban dilakukan pada hari Senin, Rabu, dan
Jumat, maka lari dapat juga dilakukan pada hari Senin dan Rabu, ataupun
juga Rabu dan Jumat. Tapi tentunya akan terdapat perbedaan kekuatan untuk
berlari jika dilakukan sebelum atau setelah angkat beban.
- Mengikuti aktivitas olahraga
rekreasi untuk relaksasi dan hiburan.
- Sedikit latihan pada cabang
olahraga yang digeluti agar dapat meningkatkan skill yang dimiliki,
seperti cabang olahraga basket misalnya, kita dapat berlatih shooting,
handling ball (dribbling, passing), pivot, dll.
- Preseason Training
Pada
fase ini (kurang lebih 8-10 minggu sebelum perlombaan), program latihan harus
disusun sedemikian rupa untuk meningkatkan kapasitas sistem energi maksimal
yang dominan dipakai dalam bidang olahraga yang digeluti. Latihan intensitas
tinggi sebaiknya dilakukan pada fase ini. Dengan informasi dari buku ini
diharapkan kita bisa merancang suatu program latihan yang paling tepat bagi
atlet kita sesuai kebutuhan mereka sendiri. Latihan beban yang sudah dilakukan
pada masa off season juga masih bisa dilakukan pada masa preseason
ini.
- In-season Training
Umumnya
program latihan fase in-season pada berbagai cabang olahraga menitik
beratkan pada kemajuan skill atlet. Biasanya untuk latihan drill,
scrimmages, dan kompetisi akan menghasilkan peningkatan kapasitas energi
yang lebih baik karena sebelumnya juga telah terjadi peningkatan sistem energi
pada saat program preseason. Bagi banyak atlet yang teratur
berkompetisi, hal ini mungkin benar. Tapi bagi yang tidak teratur ikut
kompetisi tiap minggu. Program maintenance meliputi latihan-latihan sebagai
berikut:
- Satu atau dua hari latihan per
minggu dengan program yang sama pada saat preseason.
- Latihan beban sekali seminggu.
Bergantian seminggu sekali antara tubuh bagian atas (upper body)
dan tubuh bagian bawah (lower body).
- Latihan drill tidak
hanya untuk meningkatkan skill tapi juga untuk mempertahankan level
fitness. Dalam hal ini, maka latihan drill harus intensif dan
berdurasi cukup lama untuk memberikan efek stress pada otot.
- Latihan Pemanasan (Warm Up)
Latihan
ini penting dilakukan sebelum workout yang berat ataupun pada saat kompetisi.
Ada banyak alasan secara fisiologis mengapa warm up itu penting seperti
meningkatkan temperatur tubuh dan otot yang kemudian dapat juga meningkatkan:
(1) aktivitas enzim dan reaksi
metabolik pada sistem energi yang kita pakai
(2) meningkatkan aliran darah dan
oksigen ke dalam tubuh
(3) menghindari terjadinya kram dan
nyeri otot.
Perubahan-perubahan
dalam tubuh kita sebelum dan sesudah warm up menunjukkan ada hubungan antara
konsumsi oksigen (peak VO2), HR selama latihan maksimal, dan juga
temperature otot. Makin tinggi temperaturnya makin tinggi pula VO2 dan HRnya.
Selain itu, dengan warming up tadi asam laktat darah yang terkumpul dalam tubuh
akan berkurang seiring naiknya temperatur.
Warming
up yang dianjurkan adalah sebagai
berikut: 1) stretching yang berguna untuk fleksibilitas tubuh 2) senam
kalistenik untuk meningkatkan kekuatan lengan, bahu, dan perut 3) formal
activity/latihan ringan pada bidang olahraga yang digeluti secara pelan dan
mencapai belum maksimal.
- Stretching
Latihan
untuk fleksibilitas seperti reaching the floor without bending the knees
atau alternate toe touching sebaiknya
dilakukan hingga beberapa kali sebelum mulai latihan inti atau pertandingan.
Fungsi stretching adalah untuk:
- meningkatkan rentangan gerak (range
of motion) badan yang kemudian dapat meningkatkan performa atlet
- mencegah robekmya serat otot
dan jaringan ikat penyebab otot kaku dan nyeri
- peningkatan tensi/fleksibilitas
otot pada bagian punggung bawah, bahu, dan sekitar leher.
Latihan fleksibilitas kesemuanya
dilakukan paling sedikit 10 kali pengulangan sebelum latihan inti (workout).
- Calistenic
Kalistenik
baik jika dilakukan setelah stretching. Kalistenik meliputi
gerakan-gerakan mengkontraksikan otot. Oleh karena itu, latihan ini juga akan
menigkatkan temepratur otot dan tubuh. Kalistenik sebaiknya mencakup ke
bagian-bagian otot terutama otot yang nantinya akan dipakai dalam workout.
Atlet terkadang justru melakukan porsi latihan ini terlalu banyak. Oleh karena
itu, pelatih harus mengingatkan para atletnya agar pada saat kalistenik jangan
sampai otot capek duluan. Waktu yang dibutuhkan untuk kalistenik hanyalah
sekitar 5-10 menit saja.
- Latihan Ringan (Formal
Activity)
Fase
terakhir merupakan warming up yang dilakukan berdasarkan cabang olahraga
yang digeluti. Contoh, untuk warming up baseball meliputi melempar,
menangkap, lari, dan memukul. Tujuan latihan ini adalah untuk:
- memastikan kesiapan kondisi
fisiologis seperti telah panasnya temperatur otot dan optimalnya aliran
darah dalam tubuh sebelum memulai latihan inti
- menyelaraskan hubungan mata,
tangan, dan mekanisme otot saraf lain yang akan digunakan dalam latihan
inti.
- Pendinginan (Cool Down)
Pendinginan
(cool down) sudah umum dilakukan oleh para atlet dan mereka yang
berolahraga dengan cara melakukan gerakan ringan segera setelah selesai latihan
inti.
Tujuan
dari latihan pendinginan secara fisiologis adalah untuk
- mempercepat pemliahan (recovery)
otot dari kelelahan karena menumpuknya asam laktat dalam otot tersebut
- gerakan ringan segera setelah
latihan inti akan menjaga kondisi otot agar tetap terjaga sehingga
mencegah menumpuknya darah terutama di kaki. Hal ini tidak hanya
mengurangi kemungkinan otot kaku dan nyeri, tapi juga mencegah pingsan
dan pening (kepala berkunang-kunang).
Prosedur
cool down secara khusus sebenarnya tidaklah ada. Namun, dikatakan bahwa
prosedur cool down sebenarnya sama dengan prosedur warming up,
tapi bedanya cool down dilakukan dengan urutan yang terbalik. Contoh,
setelah olahraga lari yang melelahkan, warming down dengan jogging atau
bersepeda dapat dilakukan (formal activity), dilanjutkan dengan senam
kalistenik, dan terakhir melakukan stretching.
BAB XIV
METODE LATIHAN
Dalam
bab ini yang akan dijelaskan berbagai macam metode latihan pada olahraga yang
bertujuan:
- Untuk mengetahui bentuk-bentuk
metode latihan yang dipakai dalam dalam olahraga
- Membandingkan antara
metode-metode latihan yang ada olahraga
- Mengaplikasikan metode latihan
sesuai dengan tujuan latihan pada berbagai jenis olahraga
Sejak
dulu, adanya kemajuan dalam diri para atlet ditentukan oleh metode latihan yang
disusun pelatih berdasarkan kecocokan metode terhadap atlet tersebut. Metode
itu meliputi program peningkatan kapasitas energi aerobik (endurance)
dan juga anaerobik (sprint). Kita akan lihat bagaimana dan mengapa
metode-metode latihan di bawah ini bisa berhasil dalam meningkatkan performa
(prestasi) atlet pada cabang olahraga yang digelutinya.
A.Interval
Training
Interval
training adalah latihan yang dilakukan
antara latihan berat dan ringan secara bergantian. Untuk mengetahui mengapa
latihan ini bisa berhasil, akan dicoba membahas tentang produksi energi dan
kelelahan yang terjadi sepanjang latihan intermittent.
Produksi
Energi dan Kelelahan yang Terjadi Sepanjang Latihan Intermittent
Dalam
hal produksi energi, terdapat satu perbedaan penting antara latihan intermittent
dan latihan continuous. Jika kita berlari sejauh dan secepat mungkin dalam
satu menit, kemudian di lain kesempatan berlari intermittent sejauh dan
secepat pada latihan continuous tapi dilakukan dengan cara berlari 10
detik dan 30 detik istirahat antar latihan, kemudian ulangi sampai 6 kali yang
artinya intensitas latihan intermittent tadi akan sama dengan latihan continuous
(6 kali lari x 10 detik = 1 menit lari). Walaupun intensitasnya sama, namun
tingkat kelelahan yang terjadi pada latihan intermittent akan lebih
rendah daripada latihan continuous.
Secara
fisiologis, hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara sistem phospagen
(ATP-PC) dan sistem anaerobik glicolisis atau system Lactic Acid (LA system)
selama latihan intermittent dibandingkan dengan latihan continuous.
Pada latihan intermittent, energi yang dihasilkan lewat LA system
akan lebih rendah dan energi lewat ATP-PC akan lebih tinggi. Hal ini akan
menyebabkan berkurangnya asam laktat yang terkumpul dan kemudian akan
mengurangi tingkat kelelahan yang dialami pada latihan intermittent.
Mengembalikan
kondisi ATP-PC pada latihan intermittent terjadi pada saat fase
relief (istirahat). Pada fase itu, jumlah ATP-PC dalam otot yang hilang
pada saat latihan akan diisi kembali via aerobic system (gambar 12-7). Selain
itu, O2 myoglobin juga akan diisi kembali pada saat fase istirahat tadi. Baik
suplai energi ATP-PC maupun O2 mioglobin akan diisi kembali untuk digunakan
sebagai sumber energi pada latihan selanjutnya. Oleh karena itu, kemudian
energi dari LA sistem akan “spared” dan lactic acid tidak akan
terlalu banyak terakumulasi di otot. Berbeda dengan latihan intermittent,
pada latihan continuous persediaan energi ATP-PC akan cepat habis dan
tidak akan bisa diisi kembali sampai latihan dihentikan. Oleh karena itu,
energi ATP-PC yang berasal dari sistem LA akan langsung dipakai sehingga asam
laktat akan lebih cepat terakumulasi dalam otot.
Berdasarkan
penjelasan tadi, dapat diketahui bahwa tingkat kelelahan pada latihan intermittent
dapat digantikan dengan menaikkan intensitas latihan. Hal ini merupakan satu
hal terpenting pada latihan intermittent dan kunci keberhasilan sistem
latihan interval. Kita dapat berlatih intermittent dengan level
intensitas 2 - 1½ kali lebih tinggi daripada latihan continuous dan
kemudian dilakukan pembandingan tingkat asam laktat yang terakumulasi.
Interaksi
antara ATP-PC dan LA sistem selama latihan intermittent terjadi secara
beragam menurut jenis dan level aktivitas istirahat pada fase relief.
Sejauh ini, yang telah dipelajari tadi adalah tentang complete rest, padahal
sebenarnya dianjurkan istirahat dengan tetap melakukan gerakan ringan.
Perbedaan utama antara complete rest dan istirahat dengan gerakan ringan
adalah dalam hal akumulasi asam laktat yang muncul. Istirahat dengan tetap
melakukan gerakan ringan akan mempertinggi level asam laktat dibandingkan jika
kita melakukan complete rest. Hal ini dikarenakan gerakan ringan pada
fase istirahat akan menghambat pengisian kembali ATP-PC. Tanpa ATP-PC yang
diperbaharui, maka sistem energi yang kana dipakai kemudian diambil dari sistem
LA yang kemudian menyebabkan kadar asam laktat akan semakin meninggi. Makin
berat aktivitas yang dialkukan pada fase relief maka akumulasi asam laktat akan
semakin besar pula.
Kesimpulan tentang sistem energi
yang dipakai dalam latihan intermittent atau system latihan interval
adalah sebagai berikut:
- ATP-PC yang digunakan secara
terus menerus dalam latihan intermittent akan meningkatkan level
sistem energi ini dan mengurangi tingkat kelelahan dengan cara tidak delving
so deeply ke dalam glikosis anaerobik.
- Dengan memperhatikan durasi dan
jenis istirahat yang tepat pada fase relief, glikosis anaerobik akan
mencapai maksimal dan mengalami peningkatan.
- Dengan berlatih lebih lama dan
lebih banyak repetisi tetapi sedkit istirahat, stress akan berada
di sistem transport oksigen sehingga kemajuan akan terjadi pada sistem
energy aerobic
.
Fase
dalam Interval Training
Istilah-istilah khusus tentang interval training yang
harus diketahui adalah istilah-istilah sebagai berikut:
- Interval kerja/latihan (Work
interval)
Program
latihan interval yang terdiri atas latihan intensitas tinggi seperti lari 220
yard dengan waktu yang ditentukan.
- Interval istirahat (Relief
interval)
Waktu
untuk istirahat antar work interval (antar set) seperti (1) jalan (rest
relief) dan (2) jogging (work relief) atau (3) gabungan jalan dan jogging.
Porsi work interval dan relief interval biasanya ditunjukkan
dalam bentuk rasio work-relief seperti 1:½, 1:1, 1:2, dll. Artinya jika rasio
work relief adalah 1:½ artinya lama work interval adalah 2 kali lipat dari
relief intervalnya.
- Set
Persambungan
antara work dan relief interval dalam satu kali periode. Contoh, lari
220 yard dengan work interval dan kemudian diikuti relief interval
dengan waktu yang ditentukan diantara kedua interval tadi.
- Repetisi
Jumlah
work interval dalam satu set. Contoh, berlatih lari 220 yard merupakan
satu set kemudian dilakukan sebanyak 6 repetisi.
- Durasi
Lama
waktu pada work interval. Contoh, lari 220 yard berdurasi 33 detik.
- Jarak
Jarak
yang ditempuh dalam work interval. Contoh, 220 yard.
- Frekuensi
Jumlah
latihan yang dilakukan per minggunya.
- Rancangan latihan interval
Berisi
informasi yang berhubungan dengan jumlah set, repetisi, jarak, dan durasi work
dan relief interval. Contoh, sebuah rancangan interval training adalah
sebagai berikut:
Set
1: 6 X 220 at 0:33 (1:39)
Keterangan
:
6
= jumlah repetisi
220
= jarak
0:33
= durasi work interval dalam menit dan detik
(1:39)
= durasi relief interval dalam menit dan detik
Variable
Latihan Interval
Latihan interval dengan prinsip
overload terdiri atas 5 variabel yaitu:
- Durasi dan jarak work interval
- Jumlah repetisi
- Durasi relief interval
- Jenis aktivitas yang dilakukan
saat relief interval
- Frekuensi latihan per minggunya
Ada banyak keuntungan yang bisa
didapat dari sistem latihan interval dibandingkan dengan metode latihan yang
lain yaitu:
- Control stres yang tepat
- Pendekatan dengan system
day-by-day, sehingga kemajuan dapat lebih mudah diketahui
- Peningkatan level energi yang
lebih baik dibandingkan dengan metode latihan yang lain
- Program latihan ini dapat
dilakukan di mana saja dan tidak membutuhkan alat khusus.
Memilih
Jenis work pada Work Interval
Rancangan
interval training bagi para atlet harus berisi tentang jenis latihan
yang dilakukan pada work interval dan latihan tadi merupakan latihan
yang spesifik dengan cabang olahraga yang digeluti atlet tersebut. Atlet renang
berlatih renang dan atlet lari berlatih lari.
Sementara
jika tujuannya adalah conditioning, umumnya jenis latihan yang dipilih
hendaknya sesuai dengan keinginan para atlet karena tujuannya adalah untuk
kesenangan mereka dan tidak menitikberatkan pada kemajuan spesifik performa
(prestasi) atlet. Jenis latihan tadi antara lain renang, jogging, lompat tali,
bersepeda, atau senam kalistenik.
Manipulasi
Variabel
- Waktu dan jarak work interval
Rancangan
latihan interval dibuat dalam pola yang berbeda-beda; durasi sama-intensitas
rendah, durasi menengah-intesnitas menengah, dan durasi pendek-intensitas
tinggi. Rancangan dibuat berdasarkan pada sistem energi apa yang akan dipakai
karena system-sistem energi yang ada berbeda-beda sesuai durasi work
interval yang dilakukan. Kita harus dapat memahami hubungan antara sistem
energi utama yang dipakai dan durasi dalam work interval agar dapat
mengetahui bagaimana cara menentukan intensitas work interval dalam
program latihan interval.
Ada
beberapa metode yang dapat dipakai untuk menentukan durasi dan intensitas yang
tepat pada work interval:
- Metode heart rate (HR)
Target
HR pada interval training merupakan presentase dari HRR atau HRmax seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Untuk atlet usia SMA dan mahasiswa THR nya sekitar
80-90% dari HRR atau antara 85-95% dari HRmax. Selain cara tadi, cara lain yang
juga bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan heart rate sehingga mencapai 180
kali/menit.
- Metode menghitung jumlah
repetisi work interval yang dilakukan per workoutnya. Jika atlet tidak
mampu menyelesaikan work yang ditargetkan (karena kelelahan) maka dapat
dikatakan jika intensitas work interval terlalu tinggi. Sebaliknya, jika
atlet mampu dengan mudah menyelesaikan seluruh work yang ditargetkan, maka
intensitas work interval tadi terlalu rendah dan harus ditingkatkan. Contoh,
umumnya untuk lari 440 yard, atlet mampu melakukannya antara 6-8 kali
repetisi sebelum mencapai titik lelah.
- Metode yang diciptakan oleh
Wilt merupakan metode yang tepat untuk diterapkan dalam rancangan latihan
interval lari. Durasi waktu untuk menempuh 55-220 yard sebaiknya antara
1,5-5 detik lebih lambat dan diukur dari garis running start.
Contoh, jika seorang atlet berlari 55 yard dari running start memakan
waktu selama 6 detik, maka durasi dalam latihan yang dianjurkan sejumlah
6+1,5=7,5 detik. Untuk jarak 110-220 yard, tambahkan 3-5 detik pada waktu
terbaik yang mampu diselesaikan atlet dari running start. Jika latihan
lari lebih dari 440 yard, tiap-tiap lari dengan jarak tersebut kecepatan
rata-ratanya antara 3-4 detik lebih lambat daripada kecepatan rata-rata
lari 440 yard pada perlombaan. Contoh, seorang pelari 6 mil (miler)
berlatih lari sejauh 880 yard, maka durasi rata-rata lari per 440 yard
adalah 90+3=93 dan 90+4=94.
Metode
ini juga bisa diterapkan dalam olahraga berenang. Namun jarak yang ditempuh
dalam program renang menjadi ¼ bagian dari program latihan lari tadi.
- Jumlah repetisi
Jumlah repetisi pada work interval menentukan panjang
dan jauhnya jarak yang ditempuh dalam latihan. Diperlukan jarak sekitar 1,5-2
mil untuk dapat mencapai kemajuan maksimal. Jika misalnya kita bisa berlatih
sejauh 220 yard pada hari tertentu, sebaiknya dilakukan sebanyak 12-16 repetisi.
Hal ini mengacu pada poin pada metode kedua yang telah disebutkan sebelumnya.
Durasi dan
jenis relief interval
- Durasi relief interval
Recovery yang baik adalah indikasi yang baik
agar bisa melakukan work interval atau set selanjutnya. Contoh, untuk
pria dan wanita di bawah umur 20 tahun, baik atletik maupun non atletik, HR
sebaiknya turun menjadi 140 kali/menit antar repetisi dan 120 kali/menit antar
set. HR bisa dihitung secara periodik pada relief interval dengan
mengambil sampel dalam 6 detik kemudian hasilnya dikalikan 10 untuk mengetahui
jumlah HR/menitnya.
Selain
menggunakan metode heart rate tadi, kita juga bisa menggunakan rasio work
relief untuk menentukan durasi relief interval yang tepat (halaman 303). Heart
rate juga sebaiknya ada di antara 120-140 beats/menit pada relief interval.
Jarak work interval yang jauh (di atas 880 yard) biasanya memakai rasi work
relief 1:1 atau 1:½. Jarak menegah (440-660 yard) menjadi 1:2, dan jarak pendek
(di bawah 440 yard) rasio work relief sebaiknya 1:3 karena tingginya intensitas
pada lari jarak ini.
- Jenis relief interval
Apa
yang dilakukan pada saat relief interval sangatlah penting untuk dicermati
karena berhubungan secara langsung dengan sistem energi yang akan dipakai.
Jenis relief interval terdiri atas:
- Istirahat : jalan, fleksi
lengan dan kaki ; disebut juga rest-relief
- Melakukan gerakan ringan :
jalan cepat, jogging ; disebut juga work-relief
- Kombinasi antar keduanya (a)
dan (b).
Rest
relief interval sebaiknya
diterapkan dalam program latihan interval karena pada rest relief interval ATP-PC
diisi lagi dan dikembalikan ke otot untuk dapat dipakai kembali karena ATP-PC
merupakan sumber energi utama pada latihan interal jarak pendek. Sebaliknya,
jika atlet ingin memakai siatem LA sebagai sumber energi, atlet tersebut bisa
menggunakan work relief interval. Hal ini karena gerakan ringan yang
dilakukan dalam work relief interval dapat menghalangi proses pengisian
kembali energi ATP-PC. Oleh karena itu, maka kemudian sistem LA lah yang akan
dipakai sebagai sumber energi pada work interval berikutnya. Work
relief akan dapat meningkatkan sistem LA. Kunci untuk mengubah sistem
oksigen adalah dengan cara melakukan pencegahan menumpuknya asa laktat. Oleh
karena itu, kemudian dapat dikatakan bahwa rest relief interval akan
sesuai jika digunakan untuk meningkatkan sistem oksigen.
Program
Latihan Interval Group
Latihan
interval adalah metode yang umum digunakan para pelatih lari trek dan renang
untuk meningkatkan performa atletnya. Program latihan ini umumnya ditujukan
untuk atlet secara individual. Oleh karena itu, programnya akan selalu
berbeda-beda seperti pada sprinter menggunakan program latihan interval untuk
sprinter, sementara untuk pelari jarak jauh (miler) juga menyesuaikan latihan
yang juga sesuai untuk pelari jarak jauh. Disamping itu, per individu sprinter
atau miler itu sendiri juga akan berbeda-beda sesuai kondisi yang dibutuhkan
atlet tersebut. Namun, walaupun program latihan interval tersebut berbeda-beda
tiap atlet, tapi secara umum latihan interval merupakan program yang efektif
untuk melatih para atlet pada berbagai cabang olahraga.
Selain
untuk kalangan individu tadi, latihan interval juga bisa diterapkan dalam suatu
group atlet baik pria maupun wanita. Dalam hal ini, maka kita harus membuat
semacam rancangan program latihan pada group tersebut.
Ada beberapa kesimpulan yang bisa
kita ambil dari system latihan interval. Diantaranya adalah kita dapat:
- Menentukan sistem energi apa
yang perlu ditingkatkan.
- Memilih jenis latihan apa yang
sebaiknya dilakukan pada latihan interval.
- Membuat rancangan program
latihan berdasarkan pada energi apa yang ingin ditingkatkan. Jumlah
repetisi dan set, rasio work relief, jenis work interval, dsb. Durasi
latihan bisa dipakai sebagai acuan pada berbagai cabang olahraga. Namun,
jika cabang olahraga tersebut meliputi lari dan renang, maka akan lebih
baik jika kita memakai acuan jarak.
- Menaikkan intensitas latihan
dengan menggunakan prinsip overload.
Walaupun
system latihan interval merupakan program yang baik digunakan untuk atlet
maupun non atlet. Ada beberapa metode lain yang juga bisa diterapkan untuk
meningkatkan performa. Namun, walaupun bisa diterapkan dalam berbagai cabang
olahraga, seperti halnya pada latihan interval, biasanya metode-metode di bawah
ini utamanya ditujukan untuk lari trek dan renang.
B.
Continuous Running
Continuous
running/swimming adalah
metode lari jarak jauh. Wilt mengelompokkannya menjadi 3 yaitu continuous
slow running, continuous fast running, dan jogging. Dari ketiganya, system
aerobik atau oksigen lah yang dipakai sebagai sumber energi utama. Oleh karena
itu, maka program continuous running ini tujuannya dalah untuk
meningkatkan kapastias endurance (max VO2).
- Contiunuous Slow Running
Continuous
slow running berarti
lari dalam jarak yang jauh dengan kecepatan pelan. Jenis lari ini terkadang
juga disebut dengan LSD (long slow distance) atau endurance dan
aerobic power traning. Walaupun umumnya pelan, tapi kecepatan pelari akan
berbeda-beda. Contoh, kecepatan 8 menit/mil. Untuk para atlet yang tidak
berpengalaman dan 6 menit/mil bagi para atlet kelas internasional. Dalam
program ini, intinya adalah bukan pada hal kecepatan lari, melainkan intensitas
lari yang cukup untuk mencapai HR 70-75% HRR atau 80-85% HRmax.
Dalam
metode latihan ini, jarak juga merupakan aspek penting yang berhubungan dengan
performa para atlet nantinya. Umumnya, atlet dapat berlari antara 2-5 kali
jarak yang harus ditempuh pada saat perlombaan. Pelari jarak 3 mil sebaiknya
berlatih lari 6-12 mil, sementara pelari 6 mil berlatih sejauh 12-18 mil. Untuk
menghindari kejenuhan dikarenakan jaraknya yang jauh, maka pelari dapat
berlatih di alam bebas seperti lapangan golf atu jalan raya.
Metode
continuous slow running juga bisa digunakan untuk berlatih lari marathon
(26,2 mil) dan ultra marathon (52,5 mil). Lalu kemudian bagaimana persiapan
atlet untuk ikut lari ultra marathon 52,5 mil? Ted Corbitt, seorang atlet lari,
menganjurkan para atlet untuk melakukan pola latihan yang pernah dijalaninya
dalam seminggu yang meliputi lari 30 mil pada hari Minggu, lari 20 mil pada
hari-hari selanjutnya dalam seminggu (Senen sampai Sabtu), dan tambahkan lagi
lari 11,6-13 mil tiap malam dalam seminggu. Durasi latihan rata-rata yang dia
anjurkan adalah sekitar 4 jam per hari. Beberapa kali dalam sebulan, dia juga
menambah porsi latihannya dengan berlari sejauh 62 mil dalam sehari. Dalam
sebulan latihan, total jarak yang telah dia tempuh kira-kira sejauh 800 mil.
Rata-rata dia memerlukan waktu sekitar 7-8 menit untuk lari per mil nya karena
seperti yang telah disampaikan tadi bahwa kecepatan bukanlah hal yang utama
dalam metode continuous slow running.
- Continuous Fast Running
Continous
fast running sangatlah
berbeda jika dibandingkan continuous slow running. Perbedaan-perbedaan
tersebut ada dalam hal kecepatan, tingkat kelelahan yang lebih cepat terjadi,
dan juga jarak yang lebih pendek daripada continuous slow running. Untuk
intensitasnya, pada metode latihan ini target HR mendekati 80-90% dari HRR atau
85-95% dari HRmax. Dengan metode ini, pelari jarak 880 yard sebaiknya berlatih
lari sejauh ¾ - 1 ½ mil kemudian ulangi 1 samapai 4 kali. Untuk pelari jarak 6
mil, berlatih lari sejauh 8-10 mil, dilakukan sekali tapi harus dengan langkah
yang cepat ataupun juga bisa berlari sejauh 4-5 mil namun ulangi sekitar 2-3
kali. Pada saat istirahat antar setnya, bisa diisi dengan jalan dan jogging
selama 5 menit.
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya mengenai continuous running baik itu continuos slow
running maupun continuos fast running, metode ini digunakan untuk lari
jarak jauh. Total mil yang ditempuh atlet endurance per workout dan per
minggunya merupakan faktor penting dalam penerapan prinsip overload.
Tiap-tiap atlet bisa jadi berbeda dalam hal pola latihannya. Bagi Ted Corbitt,
pola latihan yang cocok baginya mungkin dengan menghitung jarak yang dia tempuh
per bulannya selama latihan, tapi bisa jadi berbeda bagi atlet lain. Menurut
Costill, dia menganjurkan untuk berlatih lari sejauh 320-360 mil saja per
bulannya. Dia menganjurkan untuk terus menghitung jarak yang ditempuh per
minggunya dalam siklus tiap 4 minggu sekali. Jarak terjauh tiap siklus
sebaiknya dilakukan pada minggu kedua dan keempat. Siklus kedua menunjukkan
prinsip overload yang progresif. Contoh, pada siklus kedua, jarak yang ditempuh
per minggu semuanya lebih meningkat dibandingkan dengan siklus pertama.
- Jogging
Lari
jogging sebenarnya meliputi semua tingkat kecepatan dalam berlari. Namun
umumnya jogging digolongkan ke dalam metode continuous slow running.
Sekarang ini olahraga jogging sangatlah popular dimana-mana terutama di antara
orang-orang yang ingin menjaga kebugaran tubuh dan kesehatan. Dengan jogging
kita dapat melancarkan sistem kardiorespiratori, melancarkan sirkulasi darah,
dan juga mencegah penyaki jantung. Ada bermacam-macam program jogging. Program
basic dalam olahraga jogging diantaranya, ketika goal atau tingkat yang satu
telah tercapai, sebaiknya kita naikkan ke tingkat selanjutnya. Frekuensi
jogging sebanyak 3 kali seminggu, dengan jarak yang ditempuh sejauh 2 mil per
latihan.
C.
Repetition Running
Repetition
running hampir sama dengan latihan interval.
Namun bedanya adalah pada (1) durasi dan jarak work interval dan (2) tingkat
recovery antar repetisi. Jarak work interval pada repetition running biasanya
sejauh 880 yard-2 mil dan recoverynya membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu
hingga HR turun menjadi kurang dari 120 kali/menit. Tujuan utama dari
repetition running adalah merangsang atlet agar terbiasa dengan tingkat stress
yang dialami pada saat perlombaan.
Ada 2 bentuk dasar pada repetition
running yaitu:
- Berlari sejauh 1 ½ kali jarak
yang ditempuh pada perlombaan dengan kecepatan sama atau lebih cepat.
Kemudian ulangi sehingga jarak yang ditempuh menjadi sejauh 1,5 sampai 2
kali jarak pada lomba. Contoh, dalam lomba seorang pelari biasanya memakan
durasi 4 menit 30 detik, maka dia sebaiknya berlatih lari 3 sampai 4 kali
jarak pada lomba, tiap setengah mil waktunya sekitar 2:10 sampai 2:15.
Ingat, durasi recovery antar repetisi harus lama/mendekati lengkap.
- Berlari sejauh ¾ kali dari
jarak lomba dengan kecepatan lebih pelan. Repetisi sekitar 1,5 hingga 2
kali jarak lomba. Contoh, pelari 2 mil yang biasanya memakan waktu 10
menit dapat berlatih lari 2 sampai 3 repetisi dengan 1 ½ mil tiap
repetisinya dan dengan kecepatan yang memakan waktu sekitar 7:48. Kecepatan
ditentukan dengan mengambil kecepatan rata-rata tiap ¼ mil kemudian
ditambah 3 detik. Dalam contoh tadi, 75+3=78 detik, rata-rata per 440 yard
x 6 x ¼ mil = 7:48 per 1 ½ mil.
Pada
metode repetition running, kita dapat meningkatkan kapasitas aerobic dan
sekaligus kapasitas anaerobic tegantung pada kecepatan lari atlet.
D. Speed
Play atau Fartlek Training
Pola
latihan ini sebenarnya merupakan awal dari terciptanya pola latihan interval.
Dalam speed play, kita berlari cepat berganti pelan dan sebaiknya. Berlari
di alam bebas dan tidak terpaku pada work dan relief interval
baik dalam jarak maupun durasinya. Porsi lari tergantung pada keinginan dan
kebutuhan pelarinya apakah akan lari cepat atau pelan. Seperti halnya interval
training, program latihan speed play dapat meningkatkan baik kapasitas
aerobik maupun non aerobik. Contoh program speed play atau fartlek
training yang dapat dipakai adalah sebagai berikut:
- Pemanasan lari pelan 5-10
menit.
- Lari cepat dengan kecepatan
tetap sejauh ¾ sampai 1 ¼ mil.
- Jalan cepat 5 menit.
- Lari pelan, lalu sprint 65-75
yard, ulangi hingga terasa capek.
- Lari pelan, tambahkan 3-4
langkah lari cepat.
- Lari full speed pada permukaan
naik sejauh 175 sampai 200 yard.
- Lari cepat (permukaan datar)
selama 1 menit.
- Akhiri dengan lari 1 sampai 5
lap trek, tergantung jarak trek pada saat lomba.
Contoh
lain dari program speed play adalah sebagai berikut:
- Jogging 10 menit untuk
pemanasan
- 4 menit kalistenik
- 1 sampai 2 kali lari cepat
sejauh ¾ sampai 1 ¼ mil. Kecepatannya kira-kira ¾ dari kecepatan maksimal.
Kemudian jalan 5 menit untuk relief intervalnya.
- 4 sampai 6 kali lari sprint
akselerasi sejauh 150 yard (jogging 50 yard, lari agak cepat 50
yard, sprint 50 yard, dan kemudian jalan 50 yard untuk relief intervalnya.
- 4 sampai 6 kali lari 440 yard
sedikit lebih cepat daripada kecepatan pada saat lomba. Jogging 440 yard
pada relief intervalnya.
- Jalan 10 menit.
- Continuous slow running 2 menit.
- 8 sampai 12 kali lari dengan
kecepatan lebih pelan 1 ½ sampai 2 ½ kali dari sprint. Jogging 110
yard pada relief interval dan kemudian jalan 5 menit.
- Jogging 1 mil untuk pendinginan.
- Sprint Tarining
Jenis
latihan ini dilakukan sprinter untuk menigkatkan kecepatan (sistem
ATP-PC) dan kekuatan otot dengan cara lari sprint berulang-ulang pada
kecepatan maksimal. Umumnya, untuk mencapai kecepatan maksimal dalam berlari,
dari garis start kita membutuhkan waktu sekitar 6 detik. Oleh karena itu, sprinter
sebaiknya berlari hanya sejauh 60 yard untuk mengetahui top speednya.
Recovery dalam sprint harus sempurna karena sprint dilakukan
dengan kecepatan dan intensitas tinggi.
Sprint
Interval
Sprint
interval adalah metode latihan dimana
seorang atlet berlari berubah-ubah 50 yard sprint dan 50 yard jogging
dengan jarak sejauh 3 mil sprint dan 50 yard jogging contoh, untuk jarak
440 yard, sprinter berlari sprint 4 x 50 yard dan jogging 60 yard
setelah sprint, kemudian ulangi 12 kali. Dalam hal ini, mungkin telah
terjadi kelelahan pada sprinter di beberapa set awal sprint interval
yang menyebabkan atlet tadi tidak dapat berlari pada top speed selama
set-set berikutnya. Faktor ini kemudian menjadikan metode latihan interval sprint
ini hanya sesuai untuk meningkatkan kapasitas anerobik, selain itu juga karena
faktor jarak yang harus ditempuh dalam latihan sprint interval ini yang
mencapai 3 mil jauhnya.
Acceleration
Sprint
Acceleration
sprint merupakan metode lari yang pada
pelaksanaanya atlet harus berlari dengan kecepatan yang meningkat secara
teratur dari awalnya jogging, striding (lari agak cepat), dan sprint. Ketiganya
dapat dilakukan dengan jauh yang seimbang antara 50 yard, 110 yard, ataupun
juga 120 yard. Kemudian untuk recovery nya bisa dilakukan dengan berjalan.
Contoh, sprinter berlari 50 yard jogging, 50 yard striding, dan 50 yard sprint,
recovery jalan kaki 5 menit, dan kemudian ulangi set tadi. Oleh karena recovery
antar repetisi tidaklah sempurna, maka jenis latihan ini hanya bertujuan untuk
menigkatkan kecepatan dan kekuatan atlet. Selain itu, program latihan ini juga
baik bila dilakukan dalam cuaca atau suhu dingin karena adanya unsure kecepatan
yang meningkat dari mudah ke sulit yaitu dari yang awalnya jogging tadi
kemudian meningkat jadi lari sprint sehingga hal itu kan mengurangi kemungkinan
terjadinya cedera pada atlet.
Hollow
Sprint
Hollow
sprint dilakukan dengan 2 kali sprint diselingi dengan hollow period di antara
sprint tadi dengan jogging atau jalan kaki. Lari sprint tersbut dilakukan
berulang-berulang; satu repetisi meliputi sprint 60 yard, jogging 60 yard, dan
kemudian berjalan 60 yard. Interval yang sama juga bisa dilakukan dengan jarak
lebih jauh tapi tidak boleh melebihi 220 yard.
Aplikasi
Metode-metode Latihan pada Berbagai Cabang Olahraga
Walaupun
rancangan tsb ditujukan untuk para atlet trek yang berbeda, kita juga bisa
menggunakannya untuk berbagai cabang olahraga lainnya ataupun
aktivitas-aktivitas lain yang membutuhkan adaptasi minimal di dalamnya. Contoh,
acceleration sprint, hollow sprint, interval sprint, ataupun juga sprint
training yang kemudian di sesuaikan untuk pemain sepak bola seperti yang
tersebut di bawah ini:
- Lari sprint sejauh 40
sampai 50 yard.
- Lari mundur dan menyamping.
- Stop-and-go sprint (lari sprint 5 yard,
berhenti dan kemudian menyentuh tanah, lakukan berulang-ulang hingga total
sejauh 40-50 yard.
Satu
hal yang harus diperhatikan adalah bahwa metode tadi sebenarnya berhubungan
dengan hal-hal yang juga dilakukan dalam bermain sepak bola. Selain itu, dengan
melakukan pola latihan tersebut, maka sistem metabolism atlet akan mengalami
peningkatan secara signifikan.
Kemudian
mungkin ada satu hal ingin ditanyakan; metode latihan mana yang cocok untuk
diterapkan pada berbagai cabang olahraga? Jawaban untuk pertanyaan ini adalah
kembali pada seberapa besar metode-metode latihan yang bermacam-macam tadi
mampu menigkatkan kapasitas sistem energi yang berbeda-beda pada tubuh atlet.
Jika acuan ini kita gabungkan dengan pengetahuan tentang sistem energi yang
dipakai dalam cabang olahraga atlet, maka diharapkan pelatih akan dapat memilih
metode latihan yang terbaik untuk meningkatkan peforma atlet.
Informasi
tentang berbagai cabang olahraga beserta sistem energi apa saja yang diapaki
dapat, informasi yang berhubungan dengan metode-metode latihan untuk
peningkatan system energy atlet, perhatikan juga system energy dalam olahraga
tersebut dikelompokkan menjadi satu seperti ATP-PC dan LA, LA dan O2, dan O2. Selain
itu, ada pula beberapa metode latihan yang dapat menigkatkan system energi yang
sama pada level yang sama pula. Contoh, acceleration sprint, dan how sprint,
keduanya mampu meningkatkan sistem energi yang sama dengan level yang sama
pula. Sementara itu, untuk interval training, metode ini memang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas baik sistem aerobik maupun anaerobik atau malah 3 sistem
sekaligus dalam level yang sama.
Presentase
kemajuan hanyalah sebuah perkiraan karena informasi ilmiah tentang system
tentang kenaikan sistem energi pada metode-metode latihan tadi belum begitu
banyak tersedia. Namun, pemilihan metode latihan yang tepat pada berbagai
cabang olahraga tetap dapat dilakukan dengan cara mencocokkan informasi yang
ada. Contoh, jika atlet akan berlatih lari 2 mil, maka bisa diketahui level
penggunaan sistem energi pada lari 2 mil. Dapat dikonsultasikan dengan pelatih
agar kemudian dapat ditentukan metode latihan mana yang sesuai untuk tujuan
peningkatan sistem energi. Dua metode latihan yaitu interval training dan
speed play akan meningkatkan tiap sistem energi dalam jangkauan yang tepat.
Selain itu, untuk metode lain seperti repetition running, kita dapat
memperkirakan kemajuan sistem energi apa yang dibutuhkan atlet. Dengan begitu
dapat dikatakan bahwa salah satu dari ketiga metode tadi dapat juga digunakan
dalam cabang olahraga renang gaya bebas 400 meter ataupun olahraga mendayung.
Rangkuman
Prinsip
dasar dalam tiap program latihan adalah (1) untuk mengetahui sistem energy
utama yang dipakai dalam latihan/pertandingan, dan (2) Dengan menggunakan
prinsip overload, untuk merancang suatu program latihan yang dapat meningkatkan
sistem energi tertentu yang kita pakai dalam berlatih/bertanding sehingga akan
menjadi lebih baik dari cabang olahraga yang lain. Sistem energi utama dalam
tiap aktivitas dapat diketahui berdasarkan lama waktunya.
Intensitas
latihan dengan prinsip overload haruslah mendekati maksimal, untuk
program latihan endurance, intensitas latihan dapat ditentukan dengan
cara melihat pada (1) respon HR selama latihan dan atau (2) ambang batas
anaerobic (anaerobic threshold). Dalam metode heart rate, target
heart rate nya (THR) antara 80-90% heart rate reserve (HRR) ditambah
resting heart rate (HRrest) atau antara 85-95% dari maksimal heart
rate (HRmax). HRR dihitung dari selisih antara HRmax dan HRrest. Sementara
HRmax sendiri adalah didapatkan dengan cara HRmax=220-umur. HRrest didapatkan
dengan cara menghitung denyut di arteri, seperti karotik arteri yang ada di
leher.
Dalam
metode anaerobic threshold, pada saat berlatih endurance,
intensitas latihan haruslah berada sedikit di atas anaerobic threshold.
Anaerobic threshold merupakan intesnitas latihan dimana metabolisme
anaerobik (akumulasi asa laktat) mulai muncul dengan cepat. Untuk mengetahui anaerobic
threshold, dapat dilakukan dengan cara memonitor pernafasan/menit atau
konsentrasi asam laktat darah dalam suatu latihan yang progresif. Selama
latihan dengan menggunakan metode anaerobic threshold, umumnya HR
rata-ratanya mencapai 91% dari HRmax.
Pada
program latihan anaerobik (sprint), HR sebaiknya mencapai 180 kali/menit
atau lebih. Anaerobic threshold umumnya akan meningkat karena sprint
merupakan latihan anaerobik yang dilakukan dengan kekuatan maksimal.
Faktor penting yang lain dalam
prinsip overload meliputi frekuensi dan durasi latihan. Makin sering
frekuensi dan lama durasi latihan merupakan aspek yang lebih penting dalam
latihan endurance dan tidak terlalu penting dalam latihan sprint.
Latihan off season haruslah
terdiri atas latihan beban dan lari intensitas rendah. Preseason
meliputi angkat beban dan aerobic intensitas tinggi atau program latihan
anaerobik. Sementara untuk latihan in season terdiri atas lari, angkat
beban, latihan drill, scrimmages, dan competitive performance.
Pemanasan
sebelum memulai latihan bertujuan meningkatkan temperature tubuh dan otot yang
kemudian dapat pula meningkatkan metabolism otot, aliran darah, persediaan
oksigen, dan menghindari terjadinya kram dan nyeri otot. Gerakan pemanasan
terdiri atas stretching, senam kalistenik, dan latihan ringan. Sementara
untuk pendinginan, gerakannya meliputi gerakan-gerakan yang sama dalam
pemanasan tapi dilakukan dalam urutan yang terbalik. Pendinginan bertujuan
untuk mempercepat recovery dan mengurangi kemungkinan terjadinya kepala
pening atau bahkan pingsan setelah latihan yang berat.
Sistem
latihan interval terdiri atas work dan relief yang dilakukan
bergantian. Latihan intermittent memperlambat terjadinya kelelahan tubuh
dan dapat meningkatkan intensitas ke arah maksimal selama work interval.
Manipulasi durasi dan jarak work interval, jumlah repetisi, dan durasi
dan jenis relief interval dapat dilakukan untuk merancang suatu program
yang paling tepat bagi para atlet maupun non atlet.
Metode-metode latihan lain seperti continuous
slow running (LSD), continuous fast running, jogging, dan interval sprint
mempunyai tujuan utama untuk peningkatan sistem oksigen. Sementara untuk sprint
training dan hollow sprint berguna untuk meningkatkan sistem energi ATP-PC
dan LA. Terakhir, untuk interval training, repetition running, speed paly
(fartlek training akan mampu meningkatkan sistem aerobik dan juga
anaerobik.
SOAL
- Jelaskan kelebihan dan
kekuarangan dari metode latihan interval dan kontinnyus !
- Buatlah contoh penerapan metode
-metode latihan yang ada dalam sebuah program latihan untuk peningkatan
prestasi cabang olahraga permainan (cabor pilih sendiri)
DAFTAR
PUSTAKA:
- Astrand
PO Rodahl K. 1986.Texbook of Work Physiology, Physiological Basis of
Exhercise. Third Edition. USA: Lea and McGraw Hill Book Company.
- Bompa
TO. 1989. The Theory and Methodology of Training. USA: Kendall/Hunt
Publishing Company.
- Bouchard
C, Shepard BJ, Stephen T, Sutton JR, McPearson BD. 1990. Exercise,
Fitness and Health. Illionis: Human Kinetic Publisher Co.
- Brooks
GA, Fahey TD. 1984. Exercise Physiology, Human Bioenergetic and Its
Aplication. New York: John Willey & Sons.
- Cooper
KH. 1993. Aerobik. Jakarta: Penerbit Gramedia.
- Fox
E. 1984. Sport Physiology. 2nd Edition. New York: CBS College
Publising.
- Fox
EL, Bowers RW, Foss ML. 1988. The Physiological Basis of Physical
Education and Athletics. 4th Ed. USA: Sounders College
Publishing.
- Ganong
WF, 1987, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Buku Kedokteran. Jakarta
ECG.
- Janssen
PGJM, 1993. Latihan-Laktat-Denyut Nadi. Penerjemah M.M.
Pringgoatmodjo dan Mutalib Abdillah, penyunting Peni KS Mutalib. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.
- Junusul
Hairy, 1989, Fisiologi olahraga Jilid I. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Dikti.
- Martini
FH, Ober WC, Garisson CW, Welch K, Hutchings RT. 2006. Fundamentals of
Anatomy & Physiology. 7th Ed. USA: Pearson Benjamin
Cummings.
- Robert
I. Macey, 1987, The Physiology Coloring Book, Harper Collins
Publiser
- Santoso
Giri Wijoyo HYS, 2010, Ilmu faal olahraga.Edisi 8. Bandung: FPOK
Universitas Pendidikan Indonesia
- Soekarman
R. 1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet. Jakarta:
Inti Idayu Press
- Viru
A. 1985. Hormones In Muscular Activity. Florida: CRC Press Inc.
- Winter
EM, et al. 2007. Sport and Exercise Physiology Testing. Volume
Irouttledge Taylor & Francis Group. London.
92